Merapatnya Menteri ke Kubu Jokowi-Ma'ruf Dikritisi

Jakarta, era.id - Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Koalisi Indonesia Adil Makmur, Ahmad Muzani mengkritisi bergabungnya 15 menteri plus satu kepala lembaga pemerintahan dalam tim kampanye Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin.

Memang, Muzani sadar enggak ada larangan terkait bergabungnya para pejabat negara dalam tim pemenangan capres-cawapres, termasuk Jokowi-Ma'ruf. Tapi, melibatkan pejabat negara dalam urusan politik tetap saja terasa enggak pantas, begitu kira-kira.

“Soal Pilpres itu adalah masalah politik dan tentu saja mestinya seorang menteri itu tidak dibebankan pada beban-beban politik. Mestinya seorang menteri itu terbebas dari urusan-urusan politik," kata Muzani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (28/9/2018).

"Termasuk kepala daerah. Supaya yang bersangkutan berkonsentrasi kepada tugas yang dibebankan oleh presiden di dalam menjalankan tugasnya membantu presiden dalam melaksanakan pemerintahan,” tambah Muzani.

Kata Muzani, perhelatan pesta demokrasi ke depan akan lebih berat lantaran pilpres dan pileg dilangsungkan bersamaan. Nah, itu juga jadi kekhawatiran Muzani. Takutnya, tugas para pejabat daerah itu nanti terganggu dengan agenda politik.

“Kalau menteri itu kemudian menjadi timses pemenangan dalam satu kontenstasi presiden seperti yang sekarang ini terjadi dalam tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf, saya kira tugas kementerian itu akan terganggu dan akan bias dalam kepentingan politik. dan itu sesuatu yang pasti,” terangnya.

“Seharusnya menteri itu berkomitmen, bertanggungjawab terhadap tugas-tugas kenegaraan yang dibebankan oleh presiden sebagai kepala pemerintahan dan tugas menteri adalah bagaiamana memberi pelayanan dan memberi jaminan bahwa pembangunan itu akan berlangsung dengan lancar."

Selain itu, kata Muzani, jika menteri, kepala lembaga maupun kepala daerah terlibat di dalam pemenangan Presiden Jokowipada Pilpres 2019, memungkinkan mereka menggunakan APBN untuk kepentingan memenangkan pasangan calon nomor urut 01 ini.

“Kebijakan menteri, pelayanan menteri termasuk apa yang selama ini dilakukan nanti akan berakibat kepada bagaimana memenangkan pasangan nomor urut 01, apa yang terjadi? Yang terjadi seperti di Sumbar ada seorang Bupati yang bagi-bagi dana desa mengatakan 'ini dari Pak Jokowi ya' coba? Bupati membagikan dana dari negara, sumbernya APBN mengatakan bahwa ini Pak Jokowi,” jelasnya.

“Apa artinya? Dia sedang menggunakan kekuatan power-nya, kekuasaannya untuk memenangkan pak Jokowi dan itu apakah mungkin di lapangan? mungkin sekali. Bagi-bagi sertifikat, bagi-bagi sosial dana rehabilitasi mungkin sekali. Karena itu saja kira kami meragukan netralitas seorang menteri,” terangnya.

Meski tidak ada larangan tertulis terkait keterlibatan menteri dalam tim pemenangan calon, kata Muzani, hal ini merupakan masalah etik dari para menteri dan kepala lemabaga tersebut.

“Iya (tidak ada aturan). Itu kan soal etis soal etik. Karena itu kami tidak akan melakukan hal sama untuk soal Pilkada walaupun kami punya Bupati, Wali Kota, Gubernur, wakil dan seterusnya. Waktu kami rapat internal Gerindra kami larang ketua DPD, ketua DPC (terlibat kampanye),” katanya.

“Kami katakan tidak boleh. Dia harus memberi pelayanan kepada masyarakat yang dipimpinnya untuk memastikan pembangunan berjalan, biar Pilpres urusan partai koalisi dan anda tidak perlu terlibat. Pak Anies kita bebaskan,” tuturnya.