DIganti Protein Hewani, Pemerintah Tak Lagi Anggarkan Biskuit untuk Cegah Stunting
ERA.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membenarkan bahwa anggaran yang disediakan untuk membeli biskuit sebagai salah satu upaya mengatasi stunting di tiap daerah sudah dihentikan dan dialihkan penggunaannya.
“Anggaran untuk pembelian susu dan biskuit sekarang sudah tidak ada lagi. Untuk semua posyandu anggarannya adalah anggaran untuk membeli produk makanan protein hewani,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam FMB9: Langkah Penting Turunkan Stunting yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (26/6/2023) dikutip dari Antara.
Menanggapi adanya temuan pemberian makanan bergizi di daerah kerap menyalahi aturan seperti memberikan produk kemasan susu kotak dan biskuit yang tinggi lemak dan gula, Dante menyatakan pihaknya berulang kali mengadakan evaluasi dan audiensi bersama para ahli.
Para ahli yang hadir berasal dari kalangan universitas, organisasi profesi hingga perhimpunan yang membidangi kasus terkait. Tujuannya, untuk mendapatkan isi modul penanganan stunting di daerah yang baik, tepat dan akurat, sehingga pengentasannya bisa dimaksimalkan.
Dari hasil diskusi itu, Dante menceritakan jika keputusan pemberhentian anggaran dilakukan setelah para ahli secara satu suara menyoroti bahwa pemberian makanan tambahan (PMT) bagi anak-anak agar terhindar dari stunting tidak efektif bila diberikan melalui pengadaan biskuit atau susu saja.
“Para ahli mengatakan bahwa pemberian PMT yang paling efektif untuk mencegah stunting adalah dalam bentuk protein hewani. Ini akan memberikan efek yang baik dan paling efektif. Karena itu, anggaran pembelian susu dan biskuit sekarang sudah tidak ada lagi,” katanya.
Dante meminta seluruh pihak untuk tidak salah dalam menanggapi kebijakan tersebut. Sebab, Kemenkes sudah menggantinya dengan memberikan anggaran untuk membeli atau mengolah makanan berprotein hewani, seperti telur, ikan dan ayam yang disalurkan melalui posyandu di seluruh negeri.
“Itu kita kerjakan bersama di seluruh posyandu, sehingga tidak ada lagi dana-dana yang dialokasikan untuk pemberian biskuit. Tapi, langsung untuk memberikan protein dan itu akan menghidupkan ekonomi di desa juga,” ucapnya.
Dante menilai, selain lebih bermanfaat bagi tumbuh kembang anak, makanan yang mengandung protein hewani juga bisa dikembangkan oleh warga lokal. Hal ini bisa menggerakkan roda perekonomian suatu wilayah, karena permintaan yang akan meningkat.
“Bayangkan kalau di desa itu dibeli telurnya, akan banyak peternak dan petelur di desa tersebut. Jadi, akan mempunyai efek pertumbuhan ekonominya bagus, juga termasuk ikan atau ayam,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Dante meminta setiap pihak paham bahwa dalam beberapa kasus anak yang sudah terlanjur terkena stunting dapat disembuhkan. Namun, hal tersebut harus melalui pemeriksaan bersama dokter anak dan ahli lainnya untuk mengambil tata laksana yang tepat di rumah sakit.
“Memang ada persentase yang bisa kembali ke normal, tapi ada beberapa anak yang sudah telanjur stuntingnya berat, ini tidak bisa (disembuhkan) dan dengan sangat menyedihkan tidak bisa kembali ke normal,” ujarnya.