Prancis Kerahkan 45 Ribu Polisi Tangani Demonstrasi, Lebih dari 1.000 Orang Ditangkap

ERA.id - Presiden Prancis Emmanuel Macron menunda kunjungan kenegaraan ke Jerman untuk menangani krisis terburuk kepemimpinannya sejak "Gerakan Rompi Kuning" melumpuhkan sebagian besar Prancis pada akhir 2018. 

Prancis mengalami gelombang kerusuhan pasca seorang polisi menembak mati remaja keturunan Afrika Utara, Nahel (17) di pinggiran kota Paris, Nanterre, pada 27 Juni lalu. Hingga kini, lebih dari 1.000 demonstran ditangkap dan 45 ribu polisi diturunkan untuk mengamankan tiga kota terbesar di sana: Paris, Lyon, dan Marseille.

Seperti dilansir dari CNA, pada Minggu (2/7/2023) pagi pukul 01.45 waktu setempat, situasi lebih tenang daripada empat malam sebelumnya, meskipun ada beberapa ketegangan di Paris tengah dan bentrokan sporadis di Marseille, Nice, dan kota timur Strasbourg.

Polisi tampak menembakkan gas air mata dan bersinggungan dengan para pemuda di sekitar pusat kota Marseille hingga larut malam. Di Paris, mereka meningkatkan keamanan di jalan Champs Elysees yang terkenal di kota itu setelah seruan di media sosial untuk berkumpul di sana. Pasukan keamanan berjejer di jalan dan melakukan pemeriksaan di tempat. Toko-toko ditutup untuk mencegah potensi kerusakan dan penjarahan.

Otoritas lokal di seluruh negeri mengumumkan larangan demonstrasi, memerintahkan angkutan umum untuk berhenti beroperasi pada malam hari dan beberapa memberlakukan jam malam.

Sementara itu, kementerian dalam negeri mengatakan 1.311 orang telah ditangkap pada Jumat (30/6/2023) malam.

Kerusuhan tersebut menambah tekanan politik pada Macron yang sebelumnya menghadapi protes berbulan-bulan di seluruh negeri setelah ia mengesahkan Undang-Undang Reformasi Pensiun. Penundaan kunjungan kenegaraan ke Jerman merupakan kali kedua tahun ini ia harus membatalkan acara tingkat tinggi akibat situasi domestik di Prancis. Pada bulan Maret, ia juga membatalkan rencana kunjungan kenegaraan Raja Charles.