DPRD Minta DKI Pertimbangkan Bank Lain Salurkan KJP: Kalau Bank DKI Tak Bisa Jangan Dipaksakan

ERA.id - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk mempertimbangkan menggandeng bank lain jika Bank DKI gagal menyalurkan anggaran Kartu Jakarta Pintar (KJP) secara tepat waktu.

"Kalau memang bank DKI tidak bisa menangani ini jangan dipaksakan, ambil bank lain sebagai penyalurnya. Tidak usah malu malu," kata Ketua Komisi E DPRD, Iman Satria, saat dihubungi di Jakarta dikutip dari Antara, Jumat (7/7/2023).

Menurut Iman, fenomena mengendapnya dana KJP merupakan masalah serius karena banyak masyarakat pemegang KJP tidak bisa menerima haknya karena Bank DKI tidak kunjung mengirimkan uang ke rekening mereka.

Bank DKI pun sebelumnya sudah bertemu dengan Komisi B DPRD.

Kepada mereka, Bank DKI mengaku ada permasalahan pengiriman daftar pemegang KJP dari pemerintah ke bank.

Karena daftar tersebut terlambat dikirim ke Bank DKI, dana KJP pun akhirnya terlambat pula untuk dikirimkan.

Mendengar hal terlalu, Iman Satria memastikan akan memanggil Dinas Pendidikan dan Bank DKI untuk meminta klarifikasi secara langsung.

Menurut dia, Bank DKI tidak patut saling menyalahkan dalam kasus ini. "Ini harus diklarifikasi dulu seperti apa," jelas dia.

"Bisa juga Dinas Pendidikan sudah memberikan daftar tapi bank DKI terlambat input karena jumlahnya terlalu banyak, SDM bank DKI yang kurang," tambah dia.

Dia memastikan kedua belah pihak akan dipertemukan dengan Komisi E dalam kurun waktu dua minggu ke depan.

Sebelumnya, BPK RI mengungkap adanya temuan dana sebesar Rp197,55 miliar pada anggaran Provinsi DKI Jakarta tahun 2022 yang tidak tersalurkan kepada pemegang KJP Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).

"Bantuan Sosial KJP Plus dan KJMU senilai Rp197,55 miliar belum disalurkan kepada penerimanya dan Bantuan Sosial Pemenuhan Kebutuhan Dasar senilai Rp15,18 miliar tidak sesuai ketentuan," kata Anggota V BPK RI Ahmadi Noor Supit.

Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga kedapatan melakukan pembayaran atas belanja senilai Rp11,34 miliar lantaran ada kelebihan penghitungan gaji dan tambahan penghasilan senilai Rp6,38 miliar.

"Kekurangan volume pengadaan barang atau jasa sebesar Rp4,06 miliar, kelebihan pembayaran belanja hibah dan bansos senilai Rp878 juta," katanya.

Kemudian ada juga denda keterlambatan senilai Rp34,53 miliar. "Atas permasalahan tersebut dana telah dikembalikan ke Kas Daerah sebesar Rp14,66 miliar," kata Supit.

Namun temuan tersebut tidak mempengaruhi opini BPK dalam memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.