Megawati Tak Setuju Wacana Capres Harus "Diwakafkan": Seperti Barang Saja, untuk Apa Ada Partai?

ERA.id - Presiden Kelima RI yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menanggapi pihak yang selalu menjelek-jelekkan sebutan “petugas partai” yang dipakai PDIP untuk setiap kadernya yang bertugas di eksekutif, legislatif, maupun struktur partai.

“Kalau anak-anak (kader partai) saya itu, saya saja di-bully nggak boleh ngomong petugas partai. Lho orang partai kita memang (aturannya) begitu, lho kok yang lain ikut mau nimbrung-nimbrung, intervensi? Ya kalau kamu mau ngikut kita, ikut aja,” kata Megawati dalam sambutannya ketika meresmikan Kebun Raya Mangrove Surabaya, di kawasan Gunung Anyar, Jawa Timur, Rabu (26/7/2023).

Ia menjelaskan bahwa hampir semua pejabat di eksekutif maupun kegislatif merupakan petugas partai masing-masing. Sebab mereka bisa menjadi kepala daerah, misalnya Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, karena didukung oleh partai politik.

Megawati mengaku sangat tidak setuju ketika di media massa ada arah wacana yang mendorong bahwa seorang calon presiden harus diwakafkan.

“Kapan itu ada tulisan gini ‘calon presiden itu sebenarnya harus diwakafkan’. Saya bilang ‘kayak barang aja’,” kata Megawati disambut tepuk tangan meriah.

Baginya, cercaan terhadap “petugas partai” disebabkan ketidakmengertian akan sistem politik dan substansi partai politik itu sendiri. Kalau partai politik tak diberikan kedaulatan untuk menugaskan kadernya, maka sebaiknya sekalian dibuat aturan agar semuanya diseragamkan oleh negara.

“Bukannya ngekor, tapi ngerti enggak yang ibu maksud. (Kalau partai tak boleh menugaskan kader) Untuk apa ada partai dong? Ya udah aja (bikin saja sistem) kita satu arah, semua sama (seragam), enggak boleh ada kader (partai), (sehingga) enggak boleh ada petugas (partai). Jadi ada (dibuat) aturan pemerintah RI mesti begini (seragam, red),” ujar Megawati.

“Lah namanya perundangan Republik Indonesia, coba kalian baca. Bahwa yang namanya capres itu diusung oleh satu partai atau beberapa partai. Wong itu jelas loh. Kok terus saya yang dibully, bahwa enggak boleh kader, itu petugas partai. Loh saya bilang Pak Jokowi petugas partai, ayo mau di bully lagi?” tegasnya.

Baginya, jika memang tak setuju dengan sebutan “petugas partai” untuk capres PDIP, dipersilahkan untuk mengusung capres sendiri.

“Kenapa yang lain enggak bikin aja capres lain, gitu kan fair (adil- red), kalau mau demokrasi. Ini kan enggak. Malah nungguin (PDIP mengumumkan capres-cawapres) aja gitu,” tambahnya.

“Coba deh saya pengen tahu, koran segala ngebully atau enggak, ya biarin aja. Seneng saya, artinya apa? Trap (jebakan-red) saya masuk. Kok gila banget deh, gitu aja dijadiin berita, apa engga ada (topik) yang lain aja yang bisa dimasukkan (jadi berita)? Tolong deh,” kata Megawati.

“Entar paling (diberitakan) Ibu Megawati bercerita di mangrove, bla..bla..bla.., ngomongin politik, bla..bla..bla. Saya enggak pernah bisa baca pikiran anda ini loh. Tapi kan kebangetan banget, perundangan kita terus dibelok-belokkan begitu. Ya kalau mau ikut ya saya nyalonin, kan enggak pernah ikut yang lain, kok malah menyalahin Ibu Mega? Saya maunya gitu. Kalau kamu mau ikut, ya monggo, ada aturannya. Kalau enggak mau, ya enggak apa-apa.  Nah itu baru namanya demokrasi,” pungkas Megawati.