Soal Polemik OTT Kabasarnas, Jokowi: Masalah Koordinasi Instansi

ERA.id - Presiden Joko Widodo menilai, polemik terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Badan SAR Nasional (Basarnas), hanya sebatas masalah koordinasi.

Diketahui, atas OTT tersebut, KPK menetapkan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap.

"Ya itu masalah, menurut saya masalah koordinasi ya, masalah koordinasi yang harus dilakukan semua instansi," kata Jokowi usai meresmikan Codetan Ciliwung, Jakarta Timur, Senin (21/7/2023).

Menurutnya, apabila seluruh institusi melakukan kewenangan sesuai aturan yang berlaku. Seharunya polemik seperti ini tidak terjadi.

"Semua institusi sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan, sudah. Kalau itu dilakukan, rampung," ucapnya

Sebelumnya, penetapan tersangka Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto oleh KPK, membuat Mabes TNI gusar.

Mabes TNI menilai tidak seharusnya prajurtinya ditindak tanpa adanya koordinasi.

Sementara, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut terjadi kekhilafan karena Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Afri B. C. ditetapkan sebagai tersangka tanpa mengikuti aturan militer.

Secara lugas, dia menyebut tim penyelidik khilaf dalam menangani perkara tersebut.

Hal ini disampaikan usai melakukan pertemuan dengan jajaran Puspom TNI di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (28/7).

"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya mana kala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani. Bukan KPK," kata Johanis.

Sebagai informasi, Henri ditetapkan sebagai tersangka sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cilangkap, Jakarta dan Jatisampurna, Bekasi pada Selasa, 24 Juli.

Henri diduga meraup dana komando hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023.

Penerimaan duit itu disebut komisi antirasuah dilakukan Henri melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

Selain Henri dan Afri, komisi antirasuah juga menetapkan tiga pihak swasta yang memberi uang saat operasi senyap terjadi. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

Kasus ini bermula saat Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama adalah pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.

Kedua, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.