"Cicilan Lunas", KPK Setor Rp4,6 Miliar Denda dari Terpidana Fakih Usman ke Kas Negara
ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetorkan pembayaran denda dan uang pengganti dari terpidana Fakih Usman, selaku mantan kepala Bagian Pengendalian Divisi II dan wakil kepala Divisi Sipil PT Waskita Karya, sebesar Rp4,6 miliar ke kas negara.
"Kasatgas Eksekutor KPK Andry Prihandono telah selesai menyetorkan ke kas negara sisa pelunasan kewajiban pembayaran denda dan uang pengganti terpidana Fakih Usman, dengan keseluruhan berjumlah Rp4,6 miliar," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta dikutip dari Antara, Selasa (29/8/2023).
Ali mengatakan penyetoran uang denda dari terpidana korupsi itu merupakan bagian dari komitmen KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi dan memulihkan kerugian negara.
"Sebagai upaya berkelanjutan agar asset recovery dapat terpenuhi, fokus untuk penagihan denda dan uang pengganti menjadi prioritas dari tim jaksa eksekutor," jelas Ali.
Sebelumnya, pada tanggal 10 Juni 2022, KPK juga telah menyetorkan ke kas negara sebesar Rp1,2 miliar dari keseluruhan pidana uang pengganti senilai Rp5,9 miliar dari terpidana Fakih Usman.
Untuk pembayaran uang pengganti tersebut, kata Ali, jaksa eksekutor KPK telah melakukan penagihan kepada terpidana Fakih dan akan melunasi kewajiban tersebut dengan cara mencicil.
Fakih merupakan terpidana perkara korupsi terkait pelaksanaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya. Fakih divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan penjara.
Selain Fakih, dalam perkara serupa, empat orang mantan petinggi lain di PT Waskita Karya juga divonis empat hingga tujuh tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Empat mantan petinggi PT Waskita Karya itu adalah mantan kepala Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II PT Waskita Karya tahun 2008-2011 Desi Arryani, mantan kepala Bagian Pengendalian II Divisi II PT Waskita Karya Jarot Subana, mantan kepala Divisi PT Waskita Karya Fathor Rachman, dan mantan kepala Bagian Keuangan Divisi Sipil III PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar.
Dalam perkara itu, para terpidana terbukti menghimpun dana non-budgeter dengan cara membuat kontrak sejumlah pekerjaan subkontraktor fiktif yang melekat pada proyek utama PT Waskita Karya.
Pembayaran atas pekerjaan-pekerjaan tersebut dikembalikan lagi (cashback) ke PT Waskita Karya, sehingga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp202,296 miliar karena membuat 41 kontrak pekerjaan fiktif.
Sejumlah perusahaan subkontraktor fiktif yang ditunjuk mendapat fee sebesar 1,5 hingga 2,5 persen dari nilai kontrak karena telah meminjamkan "bendera" perusahaan.