Menlu Ingatkan Transparansi-Monitoring Pembuangan Air PLTN Fukushima, Usulkan Bekerja Sama dengan Badan Energi Atom Internasional
ERA.id - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengingatkan agar pembuangan air radioaktif yang telah diolah dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima, Jepang, ke laut memperhatikan transparansi dan monitoring dalam prosesnya.
"Ada dua kunci PLTN Fukushima. Satu, adalah mengenai masalah transparansi dari prosesnya; yang kedua, adalah dari sisi monitoringnya," kata Retno usai rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta dikutip dari Antara, Kamis (31/8/2023).
Retno juga menekankan agar dalam proses transparansi dan monitoring pembuangan air radioaktif yang telah diolah dari PLTN Fukushima ke laut tersebut bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
"Semuanya itu memang harus dilakukan bersamaan dengan IAEA. Jadi itu posisi Indonesia yang terkait dengan Fukushima, transparansi-monitoring bekerja sama dengan IAEA," kata dia.
Sebelumnya, Minggu (27/8), Badan Energi Atom Internasional (IAEA) sedang melakukan pengumpulan sampel secara independen dan berjanji akan terus memonitor proses pembuangan air limbah radioaktif dari PLTN Fukushima di Jepang ke laut.
"Kami akan melanjutkan pengambilan sampel dan pemantauan independen hingga (prosesnya) selesai," tulis Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi dalam cuitannya di media sosial X.
Dia melaporkan bahwa IAEA telah melakukan verifikasi berdasarkan pengambilan sampel terbaru di Fukushima Daiichi yang menunjukkan kesimpulan, kadar tritirum dalam air limbah yang dilepaskan ke laut jauh di bawah batas operasional.
Jepang memulai proses pembuangan air limbah yang terkontaminasi nuklir dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi yang lumpuh ke Samudra Pasifik pada Kamis (24/8), dan prosesnya diperkirakan akan berlangsung sekitar 30 tahun atau lebih.
Pembuangan tersebut terjadi karena tangki yang dipasang di kompleks Fukushima saat ini menampung sekitar 1,34 juta ton air yang diolah, diperkirakan akan mencapai batas kapasitasnya pada awal tahun 2024 kecuali operator pembangkit listrik, Tokyo Electric Power Company (TEPCO), memulai pembuangan air tersebut.
Dimulainya pembuangan air radioaktif ke lautan itu lantas memicu tanggapan dari negara-negara dan wilayah yang mengkhawatirkan aspek keamanannya.