Hamdan Zoelva Singgung Hukum Tak Punya Hati Saat KPK Panggil Cak Imin
ERA.id - Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015 Hamdan Zoelva mereposn pemanggilan Muhaimin Iskandar oleh KPK.
Dia menilai, pemanggilan itu sarat muatan politis karena dilakukan setelah Ketua Umum PKB itu mendeklarasikan diri sebagai bakal cawapres bersama Anies Baswedan.
"KPK boleh menyatakan pemanggilan Cak Imin (panggilan Muhaimin) untuk kasus 12 tahun lalu bukan politisasi, tapi logika sederhana terasa aneh. Kenapa kasus 12 tahun lalu baru dibuka kembali? Kenapa selama setahun jadi bacapres PS tidak juga diproses, kalau diproses kenapa Cak Imin baru dipanggil sekarang?" kata Hamdan Zoelva lewat unggahan di akun resmi Twitter @hamdanzoelva yang dipantau di Jakarta, Rabu malam kemarin.
Dalam unggahannya, Hamdan menuliskan bahwa penegakan hukum memang wajib dilakukan, tetapi harus dilakukan dengan mempertimbangkan rasa keadilan.
"Persoalan ini bukan saja hukum an sih, kaca mata kuda. KPK boleh menyatakan hukum harus ditegakkan kepada siapa pun, tapi hukum punya hati dan jiwa. Hati yang melihat kondisi, situasi, dan rasa keadilan," tulisnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI periode 1999-2004 itu menganalogikan penegakan hukum oleh KPK seperti menangkap seseorang yang sedang menggelar pesta di depan para tamu.
"Orang sedang hajatan, pesta. Tidak mungkin lari, lalu ditangkap di hadapan tamu undangannya. Padahal bisa dipanggil selesai pesta. Itu hukum yang tidak punya jiwa. Hukum yang hanya mempermalukan. Padahal ada asas praduga tak bersalah," tambahnya.
Padahal, lanjut Hamdan, lembaga antirasuah bisa saja memeriksa Cak Imin setelah hajatan pilpres berakhir, karena apa pun yang dikatakan KPK soal pemanggilan Cak Imin, masyarakat akan menilai hal tersebut mempunyai motif politik
"Begitulah KPK memanggil Cak Imin, walaupun hanya jadi saksi, di tengah setelah deklarasi maju pilpres. Apa pun alasan KPK panggil Cak Imin, pastilah rakyat menganggap politisasi dan hukum menjadi alat menjegal. Itu tidak baik bagi penegakan hukum dalam negara Pancasila," pungkasnya.
Sebelumnya, KPK menegaskan tidak ada motif politik dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja tahun 2012.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan penyidikan kasus tersebut dilakukan dengan persiapan matang.
Isu muatan politik tersebut mencuat setelah KPK membuka opsi untuk memeriksa Menteri Tenaga Kerja (Menaker) periode 2009-2014 Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
KPK menyatakan Cak Imin bisa saja diperiksa karena dugaan korupsi tersebut terjadi di lingkungan Kemenaker pada tahun 2012.
Ali juga menegaskan bahwa KPK sejatinya adalah lembaga penegak hukum yang independen dan bebas dari segala pengaruh, termasuk politik, dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi.
Dia juga menyayangkan adanya narasi yang mengaitkan tugas KPK dengan hal-hal berbau politik. "Kami berharap semua pihak untuk menahan diri, jangan sampai kemudian membangun opini dan narasi seolah-olah kerja KPK disangkutpautkan dengan proses politik yang sedang berlangsung," kata Ali.