Wasit yang Lakukan Match Fixing Terima Uang Rp100 Juta, Begini Modus Kecurangannya
ERA.id - Sebanyak enam orang yakni K, A, M, E, R, dan A ditetapkan menjadi tersangka di kasus match fixing atau pengaturan skor di pertandingan sepak bola pada 2018.
Wakabareskrim Polri, Irjen Asep Edi Suheri menyebut match fixing berawal ketika ada klub sepak bola melobi atau meminta bantuan kepada perangkat wasit agar memihak atau membantu memenangkan pertandingan dengan iming-iming uang.
"Pihak klub memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada para wasit di tempat para wasit menginap, dengan maksud agar klub X menang melawan klub Y," kata Asep di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Jenderal bintang dua Polri ini enggan merinci klub tersebut. Dia hanya menyebut klub itu telah mengeluarkan total uang hingga Rp1 miliar untuk melobi para wasit.
"(Uang Rp1 miliar itu dikeluarkan untuk) satu liga, satu liga pertandingan," ucapnya.
Asep menerangkan tersangka K merupakan liaison officer (LO) wasit dan A ialah kurir pengantar uang. Untuk M adalah wasit tengah, E merupakan asisten wasit 1, R asisten wasit 2, dan A selaku wasit cadangan.
Dalam penelusuran kasus ini, penyidik telah memeriksa 15 saksi.
"Selanjutnya modus operandi yang dilakukan oleh pihak wasit adalah mengatur jalannya pertandingan untuk memenangkan klub x. Salah satunya dengan tidak mengangkat bendera saat offside, dan para wasit yang terlibat dalam kasus ini bertugas memimpin pertandingan Liga 2," ujarnya.
Tersangka K dan A dijerat Pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, dengan ancaman pidana selama-lamanya 5 tahun dan denda paling banyak Rp15 juta.
Untuk tersangka M, E, R, dan A disangkakan Pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,
dengan ancaman pidana selama-lamanya 3 tahun dan denda paling banyak Rp15 juta.
Keenam orang ini akan dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Namun, Asep tak merinci kapan mereka semua dipanggil.
Jenderal bintang dua Polri ini menyebut keenam tersangka ini tidak ditahan karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun.
"Di sini kan sudah saya sampaikan, jadi untuk pasal dua, itu ancamannya lima tahun, tapi pasal 3 ancamannya tiga tahun, berarti tidak bisa ditahan," ucapnya.