Berkat Bantuan Swedia, Prajurit Militer AS yang Ditahan Korea Utara Berhasil Dipulangkan
ERA.id - Seorang prajurit Angkatan Darat Amerika Serikat, Travis King, berhasil dipulangkan ke negara asal usai menjadi tahanan Korea Utara. King menjadi tahanan Korea Utara selama dua bulan setelah melintasi wilayah tersebut secara ilegal dari Korea Selatan.
Konfirmasi tersebut muncul beberapa jam setelah Korea Utara menyatakan telah mengusir King berdasarkan hukum negara tersebut setelah mengaku memasuki wilayah negara itu secara ilegal.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan King sudah berangkat dari Pangkalan Udara Osan di Korea Selatan untuk kembali ke negaranya setelah dibawa dari Korea Utara lewat China dengan bantuan Swedia, yang menjadi kekuatan pelindung AS di Korea Utara.
Seorang pejabat senior AS mengatakan King tampak dalam keadaan sehat dan bahagia.
Miller berkata dalam sebuah konferensi pers bahwa tentara berusia 23 tahun itu diterima oleh duta besar AS untuk China Nicholas Burns di Dandong, yang terletak di perbatasan China-Korea Utara.
Dari Dandong, King diterbangkan ke Shenyang, China, untuk kemudian dibawa ke Korea Selatan.
Pada 18 Juli 2023, King tiba-tiba masuk Korea Utara dari Korea Selatan saat sedang mengikuti tur ke Kawasan Keamanan Bersama di Zona Demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan kedua negara Korea itu.
Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, menyampaikan apresiasinya kepada China atas bantuan dalam memfasilitasi kepulangan King. Washington juga berterima kasih kepada Swedia atas peran diplomatiknya.
Para pejabat senior mengaku sejak awal bulan ini sudah mendengar dari Swedia bahwa Korea Utara ingin membebaskan King.
Sejak itu, kata para pejabat, berbagai lembaga pemerintah bekerja keras menjamin kepulangan King dengan selamat.
Mereka mengatakan pemerintahan Biden akan fokus kepada kesehatan King setelah dia kembali ke Amerika Serikat, tanpa menjelaskan lebih jauh status administratifnya, termasuk apakah dia akan dihukum atau ditangani nanti.
Kantor berita Korea Utara KCNA melaporkan bahwa King mengaku memasuki Korea Utara secara ilegal karena kecewa terhadap rasisme dalam militer AS.
KCNA mengatakan King juga "kecewa terhadap kesenjangan dalam masyarakat AS", berdasarkan hasil penyelidikan Korea Utara terhadap kasus ini.
Pengusiran itu terjadi di tengah ketegangan berkepanjangan antara Amerika Serikat dan Korea Utara, yang tidak memiliki hubungan diplomatik. Tidak ada petunjuk perundingan program nuklir dan rudal Pyongyang antara kedua negara bakal berlanjut.
Korea Utara memiliki sejarah panjang dalam menahan warga AS. Negara itu menggunakan mereka sebagai alat tawar-menawar saat berselisih dengan Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Dibandingkan dengan kasus-kasus sebelumnya, keputusan Korea Utara dalam membebaskan King yang merupakan warga negara AS pertama yang ditahan di Korut dalam lima tahun terakhir, berlangsung relatif cepat.
Salah satu pejabat senior AS menegaskan tidak ada konsesi yang diberikan Amerika Serikat kepada Korea Utara untuk menjamin pembebasan King.
Dia menambahkan bahwa Washington "tetap sangat terbuka terhadap kemungkinan melakukan diplomasi" dengan Pyongyang.
Sehari sebelum melintasi perbatasan, King, yang dihukum karena tuduhan penyerangan di Korea Selatan, seharusnya menaiki penerbangan komersial ke Texas setelah dibebaskan dari fasilitas penahanan Korsel dan akan menjalani hukuman oleh militer AS.
King dikawal oleh militer ke Bandara Internasional Incheon pada 17 Juli, tetapi kemudian berhasil menyelinap dan bergabung dengan kelompok tur ke DMZ.