Bukan Asteroid, Ini Dia Penyebab Dinosaurus Musnah menurut Studi Terbaru
ERA.id - Sebuah studi baru minggu ini membagikan bukti terbaru dari perdebatan panjang di antara para ilmuwan tentang apa yang membunuh dinosaurus. Kini, para peneliti menduga hal tersebut disebabkan oleh gas.
Itulah kesimpulan Brenhin Keller dan Alexander Cox, dua ahli geologi dari Dartmouth College yang mengembangkan cara baru untuk mengkaji pertanyaan tersebut.
Sebagian besar penelitian mengenai masalah ini dimulai dengan asumsi bahwa kepunahan massal 66 juta tahun yang lalu disebabkan oleh serangan asteroid atau letusan gunung berapi. Keller dan Cox ingin mempertimbangkan masalah ini dengan sesedikit mungkin bias manusia. Jadi mereka beralih ke pemodelan komputer.
Untuk masukan datanya, mereka melihat inti silinder dari sedimen yang dibor dari dasar laut. Lapisan bumi tersebut, yang dipenuhi mikroorganisme yang disebut foraminifera, memberikan petunjuk tentang keasaman laut dari waktu ke waktu dan jumlah karbon dan sulfur dioksida di lingkungan.
Kedua gas tersebut diduga berperan dalam musnahnya dinosaurus dan 75% seluruh kehidupan di bumi. Namun, para ilmuwan masih memperdebatkan apakah gas beracun tersebut dilepaskan akibat serangan asteroid atau serangkaian letusan gunung berapi.
Keller dan Cox mensimulasikan skenario yang berbeda, menggunakan model statistik rantai Markov Monte Carlo untuk menghitung probabilitas berdasarkan bukti yang diambil dari inti. Mereka menemukan bahwa gas yang dilepaskan dari gunung berapi merupakan penjelasan yang cukup atas perubahan lingkungan yang menyebabkan malapetaka bagi dinosaurus.
Sementara itu, serangan asteroid yang hampir bersamaan, yang meninggalkan kawah besar di Teluk Meksiko, hanya berdampak kecil.
Keller dan Cox dibantu dalam upaya pemodelan mereka dengan penggunaan lusinan prosesor komputer secara paralel. Jika dilakukan satu demi satu, simulasi mereka akan memakan waktu lebih dari satu tahun untuk dilakukan. Menjalankannya secara bersamaan memungkinkan mereka mengumpulkan data dalam beberapa hari.
Penelitian ini diterbitkan pada Kamis (28/9/2023) di jurnal American Association for the Advancement of Science.