Filipina dan China Saling Tuduh Insiden Tabrakan Kapal di LCS
ERA.id - Pemerintah Filipina dan China saling tuduh atas insiden tabrakan yang melibatkan kapal dari kedua negara itu di perairan Laut China Selatan (LCS) pada Minggu (22/10/2023) waktu setempat.
Dalam pernyataannya yang dikutip BBC, kapal pembawa pasokan Filipina sedang dalam perjalanan menuju pos terdepan Filipina di Second Thomas Shoal, tempat ketegangan dengan kapal China terjadi.
Sebuah kapal patroli milik Filipina yang menemani kapal pembawa pasokan itu juga ditabrak oleh kapal milisi maritim China. Pihak Filipina mengatakan 'manuver pemblokiran berbahaya' yang dilakukan China membahayakan keselamatan awak kapal Filipina.
Sejauh ini tidak ada laporan mengenai korban luka dalam insiden tabrakan kapal tersebut. Pihak Filipina menuding tindakan China berbahaya dan tidak bertanggung jawab serta ilegal.
"Kapal pasokan kedua berhasil mencapai pos terdepan Filipina di perairan dangkal tersebut," kata pihak Filipina.
Selain itu, pihak berwenang Filipina mengatakan China menjadi lebih agresif sejak Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr menjabat pada Juni 2022 dan mengupayakan hubungan militer yang lebih erat dengan Washington, saingan utama China untuk mendapatkan pengaruh di laut yang kaya sumber daya dan strategis tersebut.
Sementara itu, Badan Keselamatan Maritim China mengatakan Filipina bertanggung jawab penuh atas insiden tersebut dan bahwa kapal pembawa pasokan itu sengaja menyeberang ke jalur kapal penjaga pantai China sehingga terjadi kontak dengan haluannya.
Kapal pasokan tersebut dikontrak oleh angkatan bersenjata Filipina untuk mengirimkan barang-barang dan mengangkut pasukan pengganti ke pangkalan militer.
Filipina terus melakukan misi pengiriman pasokan di perairan dangkal (Second Thomas), yang dikuasai Manila dan juga diklaim oleh Beijing, bahkan ketika China meningkatkan keagresifan maritimnya di perairan terdekat.
China mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, termasuk Spratly di mana Second Thomas Shoal berada. Klaimnya atas laut tersebut tumpang tindih dengan klaim negara lain, termasuk Filipina dan Vietnam.
Beijing mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh wilayah di Laut China Selatan, termasuk sebagian zona ekonomi eksklusif Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Pengadilan Arbitrase Permanen pada 2016 mengatakan klaim China itu tidak memiliki dasar hukum.