Kasus Dugaan Korupsi Rp8 Miliar Mantan Rektor UMI Basri Modding Masuk Tahap Penyidikan

ERA.id - Kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Basri Modding, memasuki tahap penyidikan.

Polda Sulawesi Selatan menyelidiki empat proyek pekerjaan yang diduga mengalami penggelembungan anggaran.

Proyek-proyek tersebut melibatkan pengerjaan taman kampus II UMI, pembangunan gedung LPP yayasan wakaf UMI, pengadaan access point (WiFi), dan pengadaan videotron di gedung pascasarjana UMI.

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Komang Suartana, menyampaikan bahwa total kerugian ini mencapai sekitar Rp8 miliar berdasarkan hasil audit internal yayasan wakaf UMI.

"Kejadian ini terjadi dalam kurun waktu 2021-2022 terkait proyek-proyek seperti pengerjaan taman, pembangunan gedung, dan pengadaan barang," kata Komang, Sabtu (2/2/2024) kemarin.

Sementara itu, Dirreskrimum Polda Sulsel, Kombes Pol Jamaluddin Farti, berharap agar penetapan tersangka dapat dilakukan dalam waktu dekat.

"Sejak laporan masuk, penyelidikan telah dilakukan. Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, artinya peristiwa pidana ini akan didalami lebih lanjut untuk mencari bukti yang dapat menguatkan kasus ini," ungkapnya.

Berdasarkan pemeriksaan, perusahaan-perusahaan yang mendapat tender proyek ini diduga milik Prof Basri Modding dan anaknya.

"Modusnya adalah mark up nilai proyek. Dari hasil penyidikan kita, terlihat bahwa beberapa PT yang mengerjakan proyek ini adalah milik mantan rektor," jelasnya.

Sebelumnya, mantan Rektor UMI Prof Basri Modding dilaporkan ke Mapolda Sulsel atas dugaan penggelapan jabatan dalam proyek pembangunan fasilitas kampus.

Kuasa Hukum UMI Makassar, Anzar Makkuasa, mengungkapkan bahwa laporan tersebut masuk pada 25 Oktober 2023 dengan nomor LP/B/949/X/2023/SPKT/POLDA SULAWESI SELATAN.

Dalam laporan tersebut, terlapor diduga melakukan penggelapan saat menjabat rektor. Salah satu contoh adalah penggunaan anggaran untuk proyek taman Firdaus yang dianggap digelembungkan.

Anggaran Rp11.499.400.000 dicairkan, sementara hasil audit hanya sekitar Rp 4.904.000.000. Pekerjaan lainnya juga mengalami dugaan penggelapan dana yayasan, dengan total kerugian mencapai Rp 11.735.746.635 atau lebih dari Rp 11 miliar.