Ganjar Sebut Banyak Kepala Daerah Dapat Tekanan untuk Pilih Capres Tertentu
ERA.id - Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo menyebut, adanya tekanan terhadap kepala daerah untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu dalam Pilpres 2024. Hal itu masih ia temukan saat melakukan kampanye di beberapa lokasi.
"Saya masih mendengarkan. Saya kampanye kemarin di beberapa titik, teman saya, pak bupati, bu bupati, bagaimana kondisimu hari ini? 'Aduh mas, saya ditekan habis-habisan'," kata Ganjar di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (9/2/2024).
Ganjar kemudian kembali menanyakan, apa respons yang dilakukan oleh bupati terhadap tekanan yang ada.
"Apa yang saudara rasakan?' 'Saya mencari cara yang lain'," ujar Ganjar.
Mendengar hal itu, Ganjar berpesan agar bupati yang mendapatkan tekanan tidak perlu mencari cara lain dalam mengahadapi situasi tersebut. Menurut dia, intimidasi itu perlu disikapi dengan serius.l
"Apa yang saya sampaikan? Tidak. Lihat Endah, Ketua DPRD Wonosari, lihat itu. Itu aparat yang di depannya dibeginikan, 'kamu ngawur kan, saya lawan'. Dia perempuan , dia pernah ditindak, dia punya sikap, dan dia melawan," ungkap Ganjar.
Selain itu, Ganjar juga menyoroti tekanan serupa yang terjadi kepada para kepala desa. Bahkan, dia menyindir banyaknya meme atau candaan mengenai keputusan kepala desa memilih paslon karena merasa terancam dengan persoalan hukum yang menjerat mereka.
"Tekanan sudah dahsyat, kades sudah pindah satu per satu, maka sekarang meme-nya menjadi sangat lucu. 'Kenapa bapak mendukung kami? Ya karena kami ada masalah di penegak hukum.' 'Kenapa Anda mendukung kami? Ya, pak, kantor kami kemarin digeledah KPK'," ucap dia.
Mantan Gubernur Jawa Tengah ini lantas menyinggung adanya kantor salah satu pejabat yang digeledah KPK, tapi tak berselang lama, tokoh itu justru memberikan dukungannya terhadap salah satu paslon capres-cawapres.
Ganjar tak menjelaskan lebih rinci siapa sosok pejabat yang dia maksud. Ia hanya mengatakan, keberadaan tokoh itu sempat tak terlacak. Namun, saat kembali tampil ke publik, pejabat itu malah mengikuti kampanye untuk salah satu paslon.
"Maka tiba-tiba ada salah seorang pejabat yang kantornya digeledah KPK, dicari enggak ketemu, begitu ketemu langsung kampanye ke sana," ungkap Ganjar.
Dia menilai, cara ini seperti mengulangi upaya yang pernah dilakukan pada masa orde baru, yakni dengan cara menekan seseorang dalam menentukan pilihan politiknya. Tetapi, perbedaan orde baru dan era reformasi saat ini adalah para pejabat ditekan dengan kasus korupsi.
"Ketika kami mengalami situasi itu orde baru itu dulu menekan para aktivis itu ceritanya hanya satu saja, subversif. Hari ini mau mengganggu bapak ibu hadir ceritanya diganti dengan korupsi," jelas dia.