BNPT: Alhamdulillah, Sepanjang 2023 Tidak Ada Serangan Teroris Secara Terbuka di Indonesia

ERA.id - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Rycko Amelza Dahniel menyebut tidak ada satu pun serangan teroris secara terbuka yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2023.

“Alhamdulillah, sepanjang tahun 2023, tidak ada satu pun serangan teroris secara terbuka yang terjadi di Indonesia atau zero terrorist attack,” kata Rycko dalam sambutannya pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BNPT 2024 di Jakarta, Selasa (20/2/2024). 

Menurut dia, kondisi ini merupakan sebuah prestasi, mengingat Indonesia merupakan negara yang setiap tahunnya mencatat adanya serangan teroris dan memiliki sel jaringan teroris aktif.

“Ini merupakan prestasi yang luar biasa dan fenomena yang menjadi perhatian dunia. Indonesia yang setiap tahun mencatat terjadi serangan teroris dan sebuah negara yang memiliki sel-sel jaringan teroris yang aktif, namun mampu mencatat sejarah tidak ada satu pun serangan terorisme secara terbuka sepanjang tahun 2023,” ujarnya.

Prestasi ini, kata Rycko, merupakan buah dari sinergisitas antara Polri, TNI, dan masyarakat yang mendukung dilakukannya penegakan hukum yang efektif, masif, dan proaktif. “Terima kasih untuk Polri, TNI, dan seluruh masyarakat Indonesia,” katanya.

Namun demikian, Rycko mengingatkan seluruh pihak untuk tetap waspada. Ia mengibaratkan fenomena nihil serangan teroris ini dengan teori gunung es, yakni tidak muncul di permukaan bukan berarti tidak ada pergerakan di bagian bawah.

“Di bawah permukaan terjadi peningkatan konsolidasi dan proses radikalisasi,” katanya.

Dijelaskan Kepala BNPT, ada tiga hal yang mendasari seluruh pihak perlu tetap waspada. Pertama, penguatan sel-sel terorisme mengalami peningkatan ditunjukkan dengan semakin meningkatnya jumlah pelaku yang ditangkap dan jumlah penyitaan senjata, amunisi, maupun bahan peledak.

“Yang kedua, terjadi peningkatan fundraising, pengumpulan dana, dengan menggunakan berbagai cara dan memanfaatkan berbagai momentum,” sambung dia

Ketiga, adanya peningkatan proses radikalisasi yang menyasar perempuan, anak-anak, dan remaja. Kondisi ini menjadi ketiga kelompok tersebut rentan terhadap radikalisasi.

“Proses radikalisasi dilakukan secara sistematis, masif, dan terencana dengan memanfaatkan jumlah keagamaan dan memanipulasi simbol-simbol dan atribut agama,” katanya. (Ant)