Mahmoud Abbas Dapat Tekanan dari AS, PM Palestina Shtayyeh Pilih Mundur dari Jabatan

ERA.id - Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengundurkan diri dari jabatannya. Langkah ini dilakukan di tengah meningkatnya tekanan dari AS terhadap Presiden Mahmoud Abbas.

"Saya ingin memberi tahu dewan yang terhormat dan orang-orang hebat kami bahwa saya menyerahkan pengunduran diri pemerintah kepada Tuan Presiden (Mahmoud Abbas), Selasa lalu, dan hari ini saya menyampaikannya secara tertulis,” kata Shtayyeh dalam sebuah postingan di Facebook, dikutip CNN, Senin (26/2/2024).

Pengunduran diri tersebut terjadi ketika Otoritas Palestina (PA) mendapat tekanan kuat dari Amerika Serikat untuk melakukan reformasi dan meningkatkan pemerintahannya di Tepi Barat yang diduduki Israel. Otoritas Palestina telah lama dipandang korup oleh para politisi AS dan warga Palestina sendiri.

Meski telah mengumumkan untuk mundur, Shtayyeh masih harus surat tersebut diterima oleh Abbas, yang mungkin akan memintanya untuk tetap menjabat sebagai caretaker sampai pengganti permanen ditunjuk.

Dalam sebuah pernyataan kepada kabinet, Shtayyeh mengatakan tahap selanjutnya perlu mempertimbangkan kenyataan yang muncul di Gaza, yang telah hancur akibat pertempuran sengit selama hampir lima bulan.

Dia mengatakan tahap selanjutnya akan “membutuhkan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan realitas yang muncul di Jalur Gaza, perundingan persatuan nasional, dan kebutuhan mendesak akan konsensus antar-Palestina”.

Selain itu, diperlukan “perluasan kewenangan Otoritas atas seluruh tanah Palestina”.

Otoritas Palestina, yang dibentuk 30 tahun lalu berdasarkan perjanjian perdamaian sementara Oslo, menjalankan pemerintahan terbatas di sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki. Namun PA kehilangan kekuasaan di Gaza setelah perselisihan dengan Hamas pada tahun 2007.

Fatah, faksi yang mengendalikan PA, dan Hamas telah melakukan upaya untuk mencapai kesepakatan mengenai pemerintahan persatuan dan akan bertemu di Moskow pada hari Rabu.

Seorang pejabat senior Hamas mengatakan langkah tersebut harus diikuti dengan kesepakatan yang lebih luas mengenai pemerintahan bagi Palestina.

“Pengunduran diri pemerintahan Shtayyeh hanya masuk akal jika dilakukan dalam konteks konsensus nasional mengenai pengaturan untuk tahap berikutnya,” kata pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri kepada Reuters.

Sejauh ini, menurut otoritas kesehatan Palestina, hampir 30.000 warga Palestina telah tewas dalam pertempuran di Gaza, dan hampir seluruh penduduk telah diusir dari rumah mereka.

Jabatan perdana menteri di Otoritas Palestina dibentuk pada tahun 2003, setelah terjadinya Intifada Palestina Kedua (pemberontakan) setelah AS, Uni Eropa, dan Israel menyerukan reformasi. Hal ini menandai langkah nyata pertama menuju pembagian kekuasaan yang dilakukan Presiden Yasser Arafat sejak PA didirikan.

Saat itu, Arafat menunjuk Abbas sebagai perdana menteri. Abbas mengambil alih jabatan presiden setelah Arafat meninggal pada tahun 2004.