Misteri Kematian Freddie Mercury

Jakarta, era.id - Penayangan film Bohemian Rhapsody sudah berjalan dua pekan. Meski menimbulkan pro dan kontra, film ini cukup laku di Indonesia. Seperti dijelaskan dalam tulisan kami beberapa hari lalu, tidak semua adegan dalam film ini sesuai dengan kisah aslinya. Beberapa di antaranya direkayasa, demi mengasilkan akhir dramatis.

Salah satu kisah yang dipermak adalah pengakuan vokalis Queen, Freddie Mercury tentang penyakit AIDS yang dideritanya. Dalam film, selama sesi latihan menjelang konser Live Aid (1985), Freddie mengungkap kepada rekan-rekannya di Queen bahwa dirinya positif terjangkit virus HIV, tapi dia ingin kabar tersebut dijaga kerahasiannnya. Benarkah?

Waktu yang tepat tentang terungkapnya penyakit yang diderita Freddie tidak pernah terungkap. Tapi diakui banyak pihak terjadi antara 1986 dan 1987. Artinya, dia hampir pasti tidak tahu dirinya terjangkit HIV ketika Queen berlatih untuk Live Aid.

 

Berbulan-bulan spekulasi mengenai kondisi kesehatan Freddie berakhir dengan kesimpulan dramatis. Dalam waktu lebih dari 24 jam setelah pengakuan terbuka bahwa dirinya mengidap AIDS pada 22 November 1991, Freddie meninggal dunia akibat bronchial pneumonia yang tidak mampu diatasi oleh sistem kekebalannya yang telah lumpuh. Tragis, Freddie wafat saat kariernya bersama Queen sedang berada di puncak. 

November 1989, tabloid The Sun memancing reaksi dengan memasang headline ‘Resmi Sudah! Freddie Sakit Keras’. Judul itu ditulis karena Freddie mengasingkan diri di rumahnya yang berada di Kensington, London. 

”Freddie baik-baik saja dan dipastikan tidak mengidap AIDS, saya rasa gaya hidup rock n’ roll-nya yang liar telah mempengaruhi kondisinya,” dengan simpatik, Brian May, gitaris Queen, menanggapi.  

Lebih jauh di bulan yang sama, sang vokalis ‘tertangkap’ The Sun sedang meninggalkan ruang praktik dokter F. Gordon Atkinson di Harley Street. ”Tampak Lelah dan Kurus,” demikian tajuknya saat itu. 

”Selama empat bulan dia mengerjakan album baru tanpa istirahat. Dia hanya kelelahan,” lagi-lagi juru bicara Queen menyangkal.

Setelah terlalu lama ditutup-tutupi, pada 22 November 1991, manager dan personel Queen memutuskan untuk mengumumkan kondisi Freddie yang sesungguhnya. Sabtu, 23 November 1991 manager Jim Beach mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap keadaan Freddie yang sudah mendekati azal. Ia berharap para penggemar mengerti tentang kondisi ini. 

Freddie sendiri akhirnya buka mulut, ”Setelah banyak spekulasi di media massa, saya ingin mengonfirmasikan bahwa saya mengidap HIV positif dan AIDS. Saya rasa tindakan yang tepat untuk menyimpan informasi ini hingga sekarang, demi melindungi privasi orang-orang yang berada di sekitar saya,“ ucap Freddie. Lebih dari 24 jam kemudian, 24 November 1991, Freddie meninggal dunia di rumahnya yang mewah di Logan Place, Kensington.

Freddie Mercury (Twitter @QueenFreddie)

Kehidupan Freddie yang bergelimang uang menjadikannya pribadi yang dikenal sering berganti-ganti pasangan. Semasa hidupnya, Freddie memiliki pacar bernama Mary Austin. Namun ia juga tak menutupi bahwa dirinya adalah seorang homoseksual. Jim Hutton, seorang penata rambut terkenal, adalah pelabuhan cinta terakhir Freddie. Jim hidup dengan Freddie selama enam tahun, merawat Freddie saat sakit serta mendampinginya hingga akhir hidupnya. Jim juga menjadi satu-satunya saksi ketika Freddie mulai buta, tubuhnya lemah hingga tak mampu lagi bangun dari tempat tidur. 

Sebagai seorang Parsi, pemakaman Freddie dilakukan dengan tradisi Zoroastrian. Jenazahnya dikremasi di West London Cemetery di Kensal Green. Pemakamannya yang tertutup, hanya diikuti oleh orang tua dan teman-teman dekat Freddie, mereka adalah tiga personel Queen; Brian May, Roger Taylor, dan John Deacon, serta Elton John dan mantan drummer juga leader The Dave Clark Five, Dave Clark. Pemakaman itu dipimpin seorang pendeta Zoroastrian yang menyanyikan lagu kuno dari kepercayaan tersebut, Zuluwest Lion. Hingga kini tak ada yang tahu di mana abunya disimpan. 

“Freddie adalah misteri, tak seorang pun benar-benar tahu dari mana dia berasal,” tutur Brian May.

Kematian Freddie Mercury, yang lahir dengan nama Farrokh Bulsara pada 1964, banyak memberi inspirasi tajuk utama di media tabloid Inggris, semuanya bernada simpatik terhadap rocker flamboyan itu. Sebuah papan iklan didirikan untuk menghormatinya di atas Hammersmith Odeon. Papan itu menggambarkan kejayaan Queen pada masa lalu. Para pengendara taksi di dekat rumah Freddie mengedipkan lampu taksi mereka sebagai penghormatan dan menolak menaikkan penumpang.

 

Saat menerima Brits Award untuk single terbaik sepanjang 1991, These Are The Days Of Our Lives, dalam acara British Music Industry Rock And Pop Awards pada 12 Febuari 1992, drummer Roger Taylor mengumumkan akan digelarnya sebuah konser bertajuk The Freddie Mercury Tribute Concert for AIDS Awareness di Wembley stadium pada 20 April. Selain untuk mengenang Freddie, konser itu juga untuk meningkatkan kesadaran publik akan bahaya HIV/AIDS dan mendukung program pencegahan penularan HIV yang diusung organisasi nirlaba, The Mercury Phoenix Trust. Konser ini disebut-sebut bakal menyaingi Live Aid, konser amal yang diprakarsai Bob Geldof pada 1985. 

Benar saja, 72.000 penggemar fanatik Queen dari seluruh dunia langsung ‘menyikat’ habis tiket yang disediakan. Cukup masuk akal mengingat sejumlah musisi rock jempolan tampil di sana, di antaranya Robert Plant, Roger Daltrey, Extreme, Elton John, Metallica, David Bowie, Annie Lennox, Tony Iommi, Guns N' Roses, Elizabeth Taylor, George Michael, Def Leppard dan Liza Minnelli. Konser itu sendiri disiarkan secara langsung ke 76 negara--termasuk Indonesia, delay beberapa hari melalui stasiun RCTI--dan disaksikan sebanyak 1 milyar pasang mata. Hasilnya, 10 juta poundsterling berhasil terkumpul dan ini adalah tribute concert terbesar dalam sejarah musik rock.

 

Penghargaan bagi Freddie ternyata tak hanya sampai di situ, sebuah patung di Montreux, Swiss dibuat oleh Irena Sedlecka. Patung setinggi 3 meter yang menghadap Lake Geneva itu diresmikan oleh ayah Freddie, Bomi Bulsara bersama diva Spanyol Montserrat Caballe pada 26 November 1996. Dan sejak  2003, fans dari seluruh penjuru dunia berkumpul setiap tahun di Swiss menghadiri Freddie Mercury Montreux Memorial Day. 

Delapan belas tahun setelah Freddie meninggalkan ingar-bingar panggung rock n’ roll untuk selamanya, kiprah dan jasa Freddie diabadikan oleh rakyat Feltham--kota kecil di pinggir London yang menjadi rumah pertama Freddie di Inggris setelah ia tiba dari Zanzibar--melalui peresmian sebuah prasasti pada 24 November 2009. Pengukuhan prasasti dilakukan oleh ibunya yang berusia 87 tahun, Jer Bulsara, dan gitaris Queen yang juga besar di Feltham, Brian May. Prasasti berupa pualam putih itu dibangun di sebuah pusat perbelanjaan. 

”Kami mengira jasa Freddie cuma dikenang sesaat, tetapi ternyata berkesinambungan dan dunia ikut menikmatinya,” ujar Jer Bulsara.

Kini, Oktober dan November 2018, sebuah film biopik tentang Queen dan Freddie, Bohemian Rhapsody dirilis di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Para pecinta musik--khususnya penggemar Queen--berbondong-bondong memasuki bioskop seperti orang yang hendak menonton konser musik. Mereka bernyanyi, berteriak, bahkan menangis menyaksikan film yang dibintangi Rami Malek (Freddie Mercury), Ben Hardy (Roger Taylor), Gwilym Lee (Brian May), dan Joseph Mazzello (John Deacon) ini. Melalui karya-karyanya, Freddie menjaga nyawanya tetap hidup. 

Baca Juga : Mengungkap Bumbu 'Berlebihan' dalam Bohemian Rhapsody

 

Tag: album musik