Literasi Visual bagi Gen Z Bantu Ciptakan Ekosistem Digital Sehat dan Tidak Kecanduan

ERA.id - Konten visual berupa foto dan video saat ini menjadi jenis konten yang paling disukai anak-anak muda seperti Gen Z.

Dominasi konten visual di berbagai platform media sosial itu telah mengubah cara manusia menerima informasi dan berinteraksi satu sama lain. Foto dan video tidak hanya menarik, konten itu juga diproses lebih cepat oleh indra kita dibandingkan teks.

Maka dari itu, Gen Z perlu memahami pentingnya literasi visual demi menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat supaya tidak ada lagi menghabiskan waktu berjam-jam scrolling di media sosial, terpaku pada layar, terjebak dalam beragam konten visual, dan kecanduan.

Fenomena ini semakin relevan saat ini menegaskan urgensi untuk mengasah literasi visual, khususnya di tengah meningkatnya manipulasi visual yang dapat memengaruhi persepsi publik dan merusak kebenaran informasi. 

Pertanyaannya, seberapa jauh konten-konten visual tersebut memengaruhi kehidupan sosial kita, khususnya Gen-Z?

Dengan 212,9 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2023, seperti yang dilaporkan dalam Digital 2023 Global Overview  (2023), itu menandakan kehidupan masyarakat yang makin terintegrasi dengan dunia digital. 

Sebuah riset oleh Kominfo dan Kata Data Insight Center (2022) memaparkan bahwa 72,6 persen responden memilih media sosial sebagai saluran utama mereka dalam pencarian informasi, menandai pergeseran signifikan dalam cara kita memperoleh informasi.

Konten positif dan negatif 

Gen-Z bukan hanya konsumen pasif konten digital, mereka juga berperan aktif sebagai produsen, menggunakan platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube untuk berbagi kreasi kreatif. 

Kemampuan adaptasi mereka terhadap fitur digital terbaru dan keahlian dalam mengatasi tantangan teknologi menempatkan mereka di garis depan inovasi digital.

Meskipun cakap berselancar di dunia digital, banyak Gen-Z yang menghadapi tantangan dalam menavigasi informasi digital secara efektif, misalnya, dalam mengidentifikasi keaslian konten visual yang tersebar di media sosial. 

Tidak semua konten visual yang tersebar di media sosial merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya. Risiko misinformasi dan manipulasi konten visual menjadi makin nyata, khususnya dengan kian canggihnya AI (artificial  intelligence) atau kecerdasan buatan.

Toby Walsh (2023), akademikus dari Australia, berbagi pandangan bahwa AI adalah teknologi yang dirancang untuk meniru kecerdasan manusia, yang memungkinkan mesin untuk belajar dari pengalaman, menyesuaikan dengan situasi baru, serta memecahkan masalah.

Teknologi yang berbasis pada pengolahan data dan pembuatan algoritma ini diprogram untuk berpikir dan bertindak layaknya manusia. Walsh menggarisbawahi pentingnya kewaspadaan terhadap kemungkinan manipulasi dan disinformasi yang mungkin timbul seiring berkembangnya teknologi AI ini.

Pentingnya literasi visual

Gen Z harus menguasai keterampilan kunci dalam berliterasi visual di media sosial, yakni kemampuan membaca, memahami, menginterpretasi, dan mengevaluasi dengan kritis konten visual yang tersebar di media sosial. 

Selain itu, penting bagi mereka memahami bagaimana gambar dibuat, konteks budaya dan sosialnya, serta dampaknya terhadap masyarakat.

Pentingnya literasi visual di era digital bukan hanya sebatas pada kemampuan mengenali dan menilai keaslian sebuah gambar atau video. Lebih dari itu, literasi visual mengajarkan kita cara menginterpretasikan konten visual dan mengintegrasikannya dalam praktik sehari-hari dan meningkatkan sensitivitas kritis kita.

Dengan mengasah literasi visual, Gen Z tidak hanya dapat melindungi diri dari misinformasi, tetapi juga memanfaatkan kekuatan visual sebagai alat komunikasi yang efektif dan bertanggung jawab. 

Hal ini memungkinkan mereka lakukan untuk berkontribusi pada pembangunan ekosistem digital yang lebih informatif, sehat, dan berbasis pengetahuan. (Ant)