Bahlil Lahadalia Dilaporkan ke KPK Terkait Dugaan Korupsi Perizinan Tambang

ERA.id - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan rasuah terkait perizinan tambang periode 2021-2023. Laporan itu dilayangkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

“Kami dari JATAM melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM saudara Bahlil kepada KPK terkait dengan proses pencabutan izin tambang,” kata Koordinator JATAM, Melky Nahar kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).

"Laporan ini menjadi penting untuk membuka pola-pola apa saja yang digunakan oleh para pejabat, terutama Menteri Bahlil dalam kaitan dengan proses pencabutan izin yang menuai polemik,” sambungnya.

Melky mengungkapkan, pihaknya telah mempelajari soal dugaan korupsi itu. Ia menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan tiga regulasi yang kemudian mengarah pada pemberian kewenangan kepada Bahlil.

Namun, dalam proses pencabutan izin tambang, politikus Partai Golkar itu diduga tidak menaati regulasi yang ada. Melky menyebut, JATAM telah menelusuri perbuatan Bahlil sejak enam bulan lalu.

“Dalam perjalanannya setelah kami telusuri enam bulan terakhir rupanya proses pencabutan izin ini dia sama sekali tidak bersandar pada sebagaimana regulasi yang ditetapkan,” ungkap Melky.

“Tetapi yang kami nilai adalah proses pencabutan izin dilakukan Menteri Bahlil kemarin itu cenderung tebang pilih dan penuh transaksional yang ujungnya bisa menguntungkan kelompok atau badan usaha lain,” imbuh dia menjelaskan.

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

Bahlil diduga melakukan penyalagunaan wewenang sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi dalam mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah. 

Dalam mencabut dan memberikan kembali IUP dan HGU, dikabarkan Bahlil meminta imbalan uang miliaran rupiah atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan. Terkait info tersebut Mulyanto minta KPK segera memeriksa Bahlil. 

"Keberadaan satgas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi juga tumpang tindih. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Senin (4/3).