Beri Arahan BKKBN, Wapres Ma'ruf Amin Minta Faktor Penghambat Percepatan Penurunan Pravelensi Stunting Diidentifikasi
ERA.id - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin memberikan intruksi kepada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maupun berbagai pihak terkait mengidentifikasi dan menavigasi faktor penghambat percepatan penurunan pravelensi stunting.
Ma'ruf Amin merasa indikator yang menjadi penghambat percepatan penurunan pravelensi stunting harus segera ditemukan. Ia meminta faktor-faktor yang menyebabkan capaian penurunan stunting melambat dalam dua tahun terakhir segera diidentifikasi.
"Saya minta faktor-faktor yang menyebabkan pencapaian penurunan stunting semakin melambat dalam dua tahun terakhir ini agar diidentifikasi dan dinavigasi," ujar Ma'ruf Amin, di Auditorium BKKBN, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Kamis (25/4/2024).
Selain itu, mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ini menyatakan target penurunan stunting sebanyak 14 persen pada 2024 yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 akan dievaluasi.
"Seluruh target dalam RPJMN 2020-2024 akan dievaluasi, termasuk target pravelensi stunting 14 persen tahun 2024," kata Ma'ruf Amin.
Ma'ruf Amin mengatakan prevalensi stunting dari tahun 2022 ke 2023 hanya turun 0,1 persen menjadi 21,5 persen. Ia menyebut penurunan angka stunting menjadi prioritas dalam peningkatan SDM di Indonesia.
"Fokus pada strategi dan pendekatan pencegahan terjadinya stunting baru, tanpa mengurangi intervensi pada anak stunting. Arahkan berbagai intervensi kebijakan pada hal yang memiliki daya ungkit tinggi agar mempercepat penurunan stunting," tuturnya.
Ma'ruf Amin mengatakan hampir 70 persen populasi Indonesia pada 2045 diisi penduduk usia produktif. Jumlah itu merupakan modal besar untuk peningkatan daya saing Indonesia dengan negara lain.
Menurutnya, BKKBN harus dibantu oleh seluruh kementerian dan lembaga dalam upaya penurunan angka stunting. Ia berpesan untuk fokus pada strategi dan pendekatan terhadap pencegahan terjadinya stunting baru, tanpa mengurangi intervensi pada anak stunting.