Beragam Masalah yang Diduga Akan Muncul Usai KRIS BPJS Mulai Berlaku

ERA.id - Pemerintah akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2025 mendatang dan hal itu dinilai akan menimbulkan masalah.

"Menurut saya pelaksanaan KRIS nantinya akan menjadi masalah bagi peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan menjadi kontraproduktif," kata Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar kepada wartawan, Kamis (16/5/2024).

Timboel Siregar menduga pelaksanaan KRIS akan merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan. Hal ini menurutnya akan berpotensi menghambat akses peserta JKN pada ruang perawatan.

Sebab dalam Pasal 18 PP tersebut, disebutkan rumah sakit (RS) swasta dapat mengalokasikan ruang perawatan KRIS minimal 40 persen dari total yang ada dan untuk RS pemerintah minimal harus mengalokasikan 60 persen.

"Bila sebuah RS swasta mengalokasikan 50 persen, maka itu sudah memenuhi PP Nomor 47 tersebut. Jadi yang bisa diakses peserta JKN hanya 50 persen sementara 50 persen lagi untuk pasien umum. Demikian juga bila RS pemerintah memasang 80 persen untuk KRIS, maka 80 persen untuk pasien JKN dan 20 persen utk pasien umum. Ini artinya terjadi pembatasan akses bagi peserta JKN ke ruang perawatan di RS," ujarnya.

Timboel lalu menerangkan KRIS BPJS berpotensi membuat iuran peserta mandiri akan menjadi satu atau single tarif karena menggunakan satu ruang perawatan. Sehingga iuran kelas I dan II akan turun, sementara kelas III diproyeksikan akan naik.

"Bagi kelas I dan II akan membayar lebih rendah sehingga menurunkan potensi penerimaan iuran JKN. Sementara kelas III yang naik akan berpotensi meningkatkan peserta yang menunggak. Akan semakin banyak peserta yang tidak dapat dilayani JKN," jelasnya.

Selain itu, dia memperkirakan terjadi ketidakpuasan bagi peserta penerima upah swasta dan pemerintah yang selama ini menggunakan kelas I dan II. Sebab dalam kelas itu, ruang perawatan terdiri dari dua atau tiga tempat tidur.

Untuk RS swasta akan mengalami kesulitan modal untuk merenovasi ruang perawatan sesuai KRIS. "Kalau RS pemerintah tinggal nunggu alokasi APBN atau APBD. Seharusnya pemerintah memberikan pinjaman tanpa bunga bagi RS swasta untuk merenovasi ruang perawatannya," terangnya.

Timboel Siregar ingin agar pemerintah mengkaji lagi KRIS. Dia berharap masyarakat dilibatkan dalam pembahasan sistem BPJS ini. "Tidak boleh ada lagi peserta JKN mengalami kesulitan mengakses ruang perawatan, sehingga menjadi pasien umum yang bayar sendiri. JKN jadi tidak bisa digunakan," kata Timboel.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan mengatakan KRIS akan seragam, bukan mengganti apalagi menghapus kelas I, II, dan III.

"Iuran yang selama ini banyak ditanyakan, untuk iuran masih tetap, karena tidak ada penghapusan kelas. Otomatis untuk iuran masih mengacu kepada perpres yang masih berlaku. Jadi masih ada kelas dan iuran masih sama," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah dalam konferensi pers, Rabu (15/5).

Soal iuran, kata Rizzky, akan dibahas lebih lanjut. "Sampai saat ini pelayanan di fasilitas kesehatan ini masih sama, seperti sebelum Perpres 59 ini berlaku," sambungnya.