Ramai Soal Penerapan KRIS Pasien BPJS, Wakil Ketua Komisi IX DPR: Secara Prinsip Kami Dukung
ERA.id - Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris mengatakan, pihaknya secara prinsip mendukung wacana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) menggantikan kebijakan kelas 1, 2, dan 3 yang sebelumnya diberlakukan bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Menurut dia, kebijakan ini sesuai dengan undang-undang.
"Secara prinsip kami mendukung lah ya adanya penerapan KRIS karena ini adalah sesuai dengan amanat Undang-Undang SJSN dan juga prinsip bahwa BPJS Kesehatan ini adalah kerja gotong royong ya dari masyarakat Indonesia yang mampu harus bisa membantu subsidi bagi yang tidak mampu," kata Charles kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
"Sehingga seluruh rakyat Indonesia bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, karena kita juga tentunya mendukung bahwa setiap warga negara harus bisa menjadi peserta BPJS Kesehatan," sambungnya.
Meski demikian, legislator PDIP ini menjelaskan, DPR akan lebih dulu memanggil Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk meminta klarifikasi soal isu ini. Ada dua topik utama yang bakal didiskusikan dalam rapat yang digelar pada 29 Mei mendatang, yakni mengenai teknis pelaksanaan KRIS dan soal iuran biaya yang harus dibayar peserta layanan.
"Ini yang harus kita lihat, kita minta data nantinya dari pihak yang kami undang karena saya punya keyakinan, baik Kementerian Kesehatan maupun BPJS Kesehatan punya pandangan yang berbeda terkait dengan hal ini, baik dari sisi jumlah rumah sakit yang sudah siap melaksanakan maupun berkaitan dengan iuran yang harus dibayarkan oleh peserta," jelas Charles.
Charles menambahkan, hingga kini ia belum bisa berkomentar lebih jauh mengenai wacana tersebut. Sebab, pihaknya masih menunggu rincian data terkait penerapan KRIS.
"Termasuk juga terkait dengan aturannya nanti seperti apa. Kita akan menunggu draf Permenkesnya (Peraturan Menteri Kesehatan) seperti apa. Apakah nanti dibunyikan di Permenkes atau di aturan lainnya kita juga belum tahu nih, nanti kita akan minta kejelasan dalam rapat berikutnya dengan pihak terkait ya," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur peningkatan mutu standar pelayanan melalui Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Dalam Perpres tersebut mengatur tentang standar kelas ruang rawat inap yang mencakup 12 kriteria. Pasal 46A mensyaratkan kriteria fasilitas perawatan dan pelayanan rawat inap KRIS meliputi komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi, terdapat ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, termasuk temperatur ruangan.
Selain itu, penyedia fasilitas layanan juga perlu membagi ruang rawat berdasarkan jenis kelamin pasien, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.
Kriteria lainnya adalah keharusan bagi penyedia layanan untuk mempertimbangkan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, penyediaan tirai atau partisi antartempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap yang memenuhi standar aksesibilitas, dan menyediakan outlet oksigen.
Perpres yang diteken Presiden Jokowi pada 8 Mei 2024 itu juga mengatur hak peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan perawatan yang lebih tinggi, termasuk rawat jalan eksekutif.
Kemudian, pada pasal 51 disebutkan ketentuan naik kelas perawatan dilakukan cara mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.
Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya pelayanan dapat dibayar oleh peserta bersangkutan, pemberi kerja, atau asuransi kesehatan tambahan.
Namun ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan manfaat layanan di ruang perawatan kelas III.
Sesuai pasal 103B menyatakan penerapan KRIS secara menyeluruh pada rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan diterapkan paling lambat 30 Juni 2025.
Dalam jangka waktu tersebut, rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS sesuai dengan kemampuan rumah sakit.