Megawati: Sekarang Pemilunya Langsung, tapi Jadi Abu-abu, Sudah Direkayasa
ERA.id - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri mengaku sedih atas berbagai kecurangan yang terjadi selama Pemilu 2024. Apalagi, dia menduga pemilihan presiden dan wakil presiden kali ini sudah direkayasa.
"Saya tuh sedihnya ya gitu, kok saya ini presiden ketika pemilu langsung pertama loh bertanggung jawab, berhasil loh. Loh, kok sekarang pemilunya langsung, tapi kok jadi abu-abu gitu, sudah direkayasa," kata Megawati dalam sambutannya saat pembukaan Rakernas V PDIP di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta Utara, Jumat (24/5/2024).
Megawati menyebut, dugaan kecurangan pemilu ini padahal sudah diakui oleh berbagai pihak. Mulai dari koalisi masyarakat sipil hingga ahli hukum.
Namun, menurut dia, hal tersebut seolah tidak digubris pihak terkait. Terlebih, ia menyayangkan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang terkesan hanya diam.
"KPU-nya juga diam, Bawaslu-nya enggak ada suara. Jadi kan saya mikir, masa saya enggak boleh bersuara. Saya boleh dong bersuara, katanya kita ini negara demokrasi, menjalankan demokratisasi," ujar Presiden ke-5 RI itu.
Megawati kemudian menyinggung soal reformasi yang dinilainya kini hilang dalam sekejap. Padahal, dia mengungkapkan, dahulu reformasi yang menempatkan nepotisme, kolusi dan korupsi sebagai musuh bersama yang hingga akhirnya dia melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menjabat presiden.
"Dan oleh sebab itu, lahirlah KPK. Itu juga saya yang buat. Heran loh barang yang bagus-bagus, tapi sekarang dipergunakannya menjadi tidak bagus. Kenapa ya? Itu kesalahan siapa ya?" kata Megawati.
Selain menyoroti KPK yang saat ini seolah tak berfungsi, Megawati juga mengkritisi kinerja Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menilai, kini MK bisa diintervensi oleh kekuasaan.
"Makanya aduh MK juga sama, kenapa bisa di intervensi oleh kekuasaan? Nampak jelas melalui keputusan terhadap perkara Nomor 90 yang menimbulkan banyak antipati ambisi kekuasaan, sukses mematikan etika moral dan hati nurani hingga tumpang tindih kewenangannya dalam demokrasi yang sehat," tegas dia.