Pro Kontra Aplikasi Pengawas Aliran Kepercayaan

Jakarta, era.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta meluncurkan aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Smart Pakem). Aplikasi ini fungsinya menerima laporan dari masyarakat terkait ormas atau aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang dari ajaran agama.

Aplikasi pengawasan itu sudah bisa diunduh melalui Google Play Store dan App Store. Beberapa fitur di antaranya memuat informasi mengenai daftar ormas dan aliran kepercayaan, termasuk nama pimpinan dan alamat. Tersedia juga kolom tentang fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Aplikasi yang diluncurkan pada Kamis (22/11) lalu mengundang pro-kontra di sejumlah tokoh politik.

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil, misalnya, menanggapi keberadaan aplikasi ini sebagai hal positif dan merupakan langkah maju karena masyarakat memiliki saluran yang tepat dalam melaporkan pihak-pihak yang dianggap mengembangkan aliran kepercayaan maupun aliran yang diduga menyimpang.

"Ya kita apresiasi karena kejaksaan telah memanfaatkan teknologi untuk menyapu apa yang mereka perankan kepada masyarakat," kata Nasir, Selasa (27/11/2018).

Meski begitu, politikus PKS ini mengingatkan kepada Kejaksaan agar laporan masyarakat itu memiliki kriteria. Salah satu kriterianya adalah agar masyarakat tidak merasa takut dalam melaporkan.

"Kejaksaan juga harus progresif dalam menindaklanjuti setiap laporan yang datang dari masyarakat terkait aliran kepercayaan, terlebih aliran yang mengarah kepada penyesatan dan menyimpang. Kalau laporan itu tidak ditindaklanjuti, masyarakat jadi males melaporkan," ucapnya.

Ilustrasi (era.id)

Politikus Nasdem Irma Suryani juga mendukung dan menganggap aplikasi ini bermanfaat. Kata dia, aplikasi ini bisa digunakan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

"Ini menjaga persatuan dan kesatuan bangsa saat ini bukan suatu yang gampang, demokrasi tanpa etika dan moral sangat berbahaya bagi kebutuhan NKRI," ungkap dia.

Ada yang sepakat, ada juga yang menolak. Di antaranya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tidak sepakat aplikasi ini ada. 

Juru Bicara PSI Guntur Romli menyebut, alasan partainya menolak aplikasi tersebut karena satu lembaga, Kejaksaan, tidak bisa melakukan penghakiman terhadap aliran kepercayaan yang menyimpang.

"Sikap PSI soal aliran kepercayaan masyarakat, yang harus dikedepankan adalah dialog, bukan penghakiman.Mereka nanti melakukan penghakiman dan persekusi yang merupakan tindakan melanggar hukum," ujar Guntur. 

Yang disoroti PSI dalam aplikasi Smart Pakem ini adalah internum dalam suatu sistem agama dan kepercayaan. Sehingga, yang muncul adalah tudingan sesat, kafir, menyimpang, dan berakhir menjadi pembenaran persekusi oleh kelompok lain.

Guntur menerangkan, daripada membuat Smart Pakem, lebih baik Kejaksaan mengeluarkan aplikasi yang mengawasi tindakan intoleransi yang membahayakan kerukunan di negeri ini.

 

Tag: jaga toleransi