Tumpang Tindih Progam Tabungan Perumahan Rakyat dan Jaminan Hari Tua
ERA.id - Indonesia merupakan Negara dengan dasar Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NKRI 1945). Sila kelima Pancasila yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan cita cita dari Founding Father kita, ingin mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, setiap warga negara Indonesia mempunyai hak konstitusi yang dituangkan pada Pasal 28H ayat 1 UUD NKRI 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan”. Di samping itu, setiap orang juga mempunyai hak atas jaminan sosial yang dituangkan pada Pasal 28 H ayat 2 UUD NKRI 1945. Oleh karena itu, hak atas bertempat tinggal dan hak atas jaminan sosial merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting dan strategis bagi warga negara Indonesia.
Negara juga memiliki kewajiban untuk mengembangkan sistem jaminan sosial nasional yang dituangkan dalam Pasal 34 ayat 2 UUD NKRI 1945 telah diwujudkan dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan penyelenggaranya yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang salah satunya adalah BPJS Ketenagakerjaan.
Guna memenuhi hak atas tempat tinggal sesuai UUD NKRI 1945, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mengesahkan Rancangan Undang Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) menjadi Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera).
Tapera bertujuan untuk Menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta. Kepesertaan Tapera mencakup Setiap warga negara Indonesia yang bekerja dalam hubungan kerja atau yang bekerja mandiri. Peserta diwajibkan untuk membayarkan iuran sebesar 3% dari Upah yang diterima, ditanggung bersama dengan proporsi 2,5% pemberi kerja dan 0,5% pekerja setiap bulannya. Bagi pekerja mandiri, seluruhnya dibayarkan oleh pekerja tersebut.
Iuran tersebut dikelola oleh Badan Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dimana manfaat yang akan diterima oleh peserta yaitu berupa akumulasi iuran yang dibayarkan ditambah hasil pengembangan. Manfaat tersebut dapat diterima oleh peserta apabila kepesertaan telah berakhir. Kepesertaan berakhir apabila Peserta telah pensiun, mencapai usia 58 tahun, atau meninggal dunia.
Selama menjadi peserta, yang masuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah akan mendapat fasilitas pembiayaan Pembiayaan Perumahan meliputi Pemilikan Rumah, Pembangunan Rumah, dan Perbaikan Rumah.
Sayangnya, UU Tapera ini banyak menjadi bahan pembicaraan dan mendapat beragam respon baik dukungan maupun penolakan dari berbagai kalangan, mulai dari Unsur Pengusaha, Serikat Pekerja, serta para pekerja mandiri. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena Program tersebut bukan hal yang baru diterapkan. Manfaat yang hampir sama diterima oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan yang menjadi peserta Jaminan Hari Tua (JHT) tanpa ada tambahan biaya.
BPJS Ketenagakerjaan merupakan salah satu penyelenggara Jaminan Sosial yang dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 untuk menyelenggarakan amanat UUD 1945 Pasal 34 ayat (2) berupa Jaminan Sosial, yaitu Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaaan (JKP) yang diperuntukkan kepada setiap orang yang melakukan kegiatan pekerjaan atau aktivitas ekonomi, baik pekerja yang memiliki hubungan kerja, pekerja mandiri, pekerja profesi, pelaku seni budaya, kecuali Aparatur Sipil Negara (ASN).
Salah satu program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan adalah Program JHT. JHT merupakan tabungan yang bertujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Besar iuran 5,7% dari upah yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 3,7% dan pekerja 2%. Manfaat yang diberikan adalah akumulasi iuran beserta hasil pengembangan.
Dengan program tersebut, BPJS Ketenagakerjaan menghimpun sejumlah dana yang bersumber dari iuran program JHT yang akan dikelola sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015. Manfaat yang akan diterima oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan sesuai Pasal 35A, yang dipergunakan untuk mendukung program perumahan peserta. Pasal ini yang menjadi dasar bagi BPJS Ketenagakerjaan memberikan Manfaat Layanan Tambahan (MLT).
MLT BPJS Ketenagakerjaan merupakan manfaat tambahan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengikuti program Jaminan Hari Tua sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku, dalam bentuk fasilitas pembiayaan perumahan bekerja sama dengan perbankan yang didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 17 Tahun 2021.
Manfaat tersebut tidak mengurangi saldo JHT masing masing peserta dan juga tidak menambah persentase iuran dari Pekerja dan Pemberi Kerja ke BPJS Ketenagakerjaan. Salah satu perwujudannya yang berlangsung saat ini adalah fasilitas Pinjaman Perumahan Kerjasama Bank dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah ( KPR), Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP), Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP), dan Kredit Konstruksi (KK).
Berdasarkan hal di atas, Program yang diselenggarakan oleh BP Tapera tampak mirip dengan program JHT yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Perbedaannya terletak pada siapa penyelenggaranya, persentase potongan, serta cakupan kepesertaan yang lebih luas yang juga mencakup Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini menyebabkan tumpang tindih antara program Tapera dan JHT dimana manfaat dari kedua program tersebut mirip yang menyebabkan para pekerja membayarkan iuran lebih untuk mendapatkan manfaat yang hampir sama yang bahkan tidak seluruh peserta BP Tapera yang akan mendapatkan manfaat fasilitas pembiayaan perumahan karena hanya kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) saja yang mendapat fasilitas tersebut.
Dengan demikian,kebijakan Program Tapera ini sejatinya sangat baik, namun dalam pengelolaan hendaknya dilakukan lebih efektif efisien dengan mempertimbakan untuk mengoptimalkan dan menyempurnakan program yang ada demi kepentingan para Pekerja, serta melakukan efisiensi badan tanpa perlu menambah beban baik beban Pekerja, pemberi kerja maupun Negara sehingga amanah Konstitusi baik dalam hal Jaminan Sosial maupun pemenuhan hak bertempat tinggal dapat terwujud lebih cepat.
Christian Pieter Sthepanus Purba
Praktisi Ketenagakerjaan