Sidang Putusan PHPU Pileg 2024, Ini Daftar Dapil yang Harus PSU
ERA.id - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengucapan putusan untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 selama tiga hari, yakni pada Kamis (6/6), Jumat (7/6), dan Senin (10/6).
"Sidang putusan PHPU Pileg 2024 mulai tanggal 6, 7, dan 10,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dikutip dari Antara, Kamis (6/6/2024).
Ia mengatakan batas terakhir penanganan perkara PHPU Pileg 2024 sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2024 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara PHPU anggota DPR, DPD, DPRD, dan Presiden dan Wakil Presiden adalah tanggal 10 Juni 2024.
Untuk menyelesaikan penyusunan putusan akhir bagi 106 perkara yang telah melewati tahapan sidang pembuktian, sembilan orang hakim MK sampai harus menginap di kantor lembaga peradilan itu.
"Karena deadline tanggal 10 Juni, harus dikerjakan full hingga menginap," kata Enny.
PSU di Cirebon karena Surat Suara Robek
Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan KPU untuk melakukan penghitungan surat suara ulang dan pemungutan suara ulang (PSU) dalam pemilihan umum calon anggota DPRD Kota Cirebon di Dapil Cirebon 2 karena persoalan surat suara robek.
"Menyatakan hasil perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Cirebon Daerah Pemilihan Cirebon 2 harus dilakukan pemungutan suara ulang dan penghitungan surat suara ulang," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang pleno di Gedung I MK, Jakarta, Kamis.
Perintah tersebut merupakan Amar Putusan Nomor 74-01-12-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 yang diajukan oleh Partai Amanat Nasional (PAN).
Pada perkara ini, PAN mendalilkan adanya satu surat suara di TPS 14 Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon yang robek di bagian lipatan, bukan pada logo partai, nomor urut, maupun nama caleg, tetapi justru dinyatakan sebagai surat suara rusak dan tidak sah.
PAN juga mendalilkan bahwa terdapat tiga surat suara sah yang mencoblos partai itu di TPS 62 Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, tetapi dinyatakan tidak sah karena ada robekan di bagian lipatan.
Selain itu, didalilkan pula bahwa terdapat pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih khusus (DPK) TPS 62 Kelurahan Pegambiran yang memiliki identitas kependudukan Kota Cirebon atas nama Ahmad Sulam hanya mendapatkan empat surat suara.
MK, dalam pertimbangan hukum, menyatakan bahwa penentuan surat suara robek dinyatakan sah atau tidak harus berdasarkan Bab V Huruf B angka 1 poin d angka 7 Peraturan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu.
Peraturan tersebut pada intinya mengatur bahwa surat suara yang robek atau rusak, tetapi tidak sampai menghilangkan bagian surat suara dan tidak mengenai kolom, maka dinyatakan sah dan dicatat dalam formulir Model C.Kejadian Khusus dan/atau Keberatan Saksi-KPU.
Faktanya, kata Mahkamah, satu surat suara sah Pemohon di TPS 14 Kelurahan Panjunan dinyatakan sebagai surat suara rusak karena terdapat robek di bagian lipatan surat suara, ternyata disebabkan karena tata cara atau prosedur penghitungan suara yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Sehingga tindakan KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang tidak mengesahkan surat suara tersebut, meskipun terdapat kesepakatan tidak dapat dibenarkan," ujar Hakim Konstitusi Guntur Hamzah membacakan pertimbangan hukum.
Kemudian, untuk menjamin kemurnian suara pemilih dan juga karena perolehan suara PAN dan Partai Demokrat selaku Pihak Terkait I adalah sama, maka MK menilai perlu dilakukan penghitungan ulang surat suara di TPS 14 tersebut.
Lebih lanjut, perihal tiga surat suara di TPS 62 Kelurahan Pegambiran, MK menyatakan bahwa seharusnya surat suara yang robek pada bagian lipatan tidak serta-merta dinyatakan tidak sah, melainkan harus dicermati terlebih dahulu kondisinya.
Di samping itu, MK menyatakan tindakan penyelenggara yang memperlakukan satu suara milik Ahmad Sulam yang tidak digunakan, tetapi justru dianggap telah digunakan dan dimasukkan sebagai suara tidak sah berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan para saksi, merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Menurut MK, tindakan itu telah mencederai prinsip demokrasi dan kemurnian suara pemilih. Oleh karena itu, MK menilai pemungutan suara ulang atau PSU perlu dilakukan di TPS 62 Kelurahan Pegambiran tersebut.
PSU di Gorontalo karena Keterwakilan Perempuan Tak Terpenuhi
Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Dapil Gorontalo 6 untuk pengisian anggota DPRD Provinsi Gorontalo karena ada partai politik yang tidak memenuhi syarat keterwakilan calon perempuan paling sedikit 30 persen.
“Menyatakan hasil perolehan suara partai politik dan calon anggota DPRD Provinsi Gorontalo sepanjang Dapil Gorontalo 6 harus dilakukan pemungutan suara ulang,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang pleno di Gedung I MK, Jakarta, Kamis.
MK memerintahkan KPU untuk melakukan PSU di seluruh TPS di Dapil Gorontalo 6 dalam waktu 45 hari sejak putusan dibacakan. Sebelum PSU, partai politik yang belum memenuhi kuota 30 persen diminta untuk memperbaiki daftar calonnya.
Dalam hal partai politik tidak mampu memenuhi syarat minimal tersebut, MK menyatakan bahwa KPU Provinsi Gorontalo mesti mencoret kepesertaan partai politik tersebut dalam pemilihan calon anggota DPRD provinsi setempat.
Perintah itu merupakan amar putusan MK atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Perkara itu teregistrasi dengan nomor 125-01-08-29/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.
Dalam permohonannya, PKS menyebut ada empat partai politik di Dapil Gorontalo 6 yang tidak memenuhi syarat keterwakilan perempuan, yakni Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, Partai NasDem, dan Partai Demokrat. Menurut PKS, keterwakilan perempuan keempat partai itu hanya 27,27 persen.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa kuota 30 persen harus dipahami sebagai bentuk menyeimbangkan antara keterwakilan perempuan dan laki-laki untuk menjadi legislator, agar membuka peluang dan kesempatan kepada perempuan berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan negara.
MK menegaskan, syarat keterwakilan perempuan dalam daftar bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota merupakan hal yang harus diperjuangkan, sebagai salah satu amanat konstitusi mencapai kesetaraan dalam pembangunan bangsa.
“Dengan bertambahnya jumlah anggota legislatif perempuan, diharapkan mampu mewakili kepentingan kaum perempuan yang tidak selalu bisa diwakili oleh anggota legislatif laki-laki,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum.
Di samping itu, MK juga menyoroti penerapan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 24 P/HUM/2023 perihal cara penghitungan keterwakilan perempuan, yakni dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka dilakukan pembulatan ke atas.
Namun, menurut MK, KPU secara sengaja mengabaikan putusan MA, sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya ketentuan keterwakilan perempuan dalam daftar calon tetap (DCT) DPRD Provinsi Gorontalo pada Dapil Gorontalo 6.
“Termohon sebagai institusi negara seharusnya memahami dan mematuhi putusan pengadilan, in casu Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Saldi.
Dijelaskan Saldi, KPU tidak mengubah Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dengan mengabaikan putusan MA, sehingga menyebabkan beberapa jajaran KPU di tingkat bawah tetap menetapkan DCT anggota DPRD sekalipun terdapat partai yang tidak memenuhi kuota keterwakilan perempuan.
“Oleh karena itu, Mahkamah harus menyatakan Keputusan KPU Provinsi Gorontalo Nomor 83 Tahun 2023 tentang DCT DPRD Provinsi Gorontalo dalam Pemilu 2024 menjadi tidak dapat diberlakukan dan harus dinyatakan tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang menyangkut DCT Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Dapil Gorontalo 6,” ucap Saldi.
PSU di Beberapa TPS di Cianjur
Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan digelarnya Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan penghitungan ulang surat suara untuk pengisian keanggotaan DPRD Kabupaten Cianjur Dapil Cianjur 3 di beberapa TPS di Cianjur.
Putusan itu untuk perkara PHPU Pileg 2024 yang teregistrasi dengan Nomor 55-02-02-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII-2024. Berlaku sebagai pihak pemohon adalah caleg dari Partai Gerindra, Hendry Juanda dan berlaku sebagai pihak termohon adalah KPU RI.
“Menyatakan hasil perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cianjur Daerah Pemilihan Cianjur 3 harus dilakukan pemungutan suara ulang dan penghitungan ulang surat suara,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis.
Dalam amar putusannya, MK memerintahkan KPU untuk menggelar PSU di TPS 15 Desa Mentengsari, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur.
Selain itu, MK juga memerintahkan KPU untuk menggelar penghitungan ulang surat suara untuk pengisian keanggotaan yang sama di TPS 12, TPS 13, TPS 14, dan TPS 16 Desa Mentengsari, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur.
“Sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam waktu paling lama 30 hari sejak putusan a quo diucapkan dan menetapkan perolehan suara yang benar hasil pemungutan suara ulang tersebut tanpa perlu melaporkan kepada Mahkamah,” kata dia.
Pada akhir putusannya, MK memerintahkan KPU, Bawaslu, dan Polri, khususnya Polda Jawa Barat dan Polres Cianjur, untuk melakukan supervisi serta koordinasi dan pengamanan dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini.
Dalam pertimbangan MK yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, bahwa berdasarkan Pasal 372 Ayat 2 UU Pemilu, tindakan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Kepala Desa Mentengsari, Somantri, telah menyebabkan pembukaan kotak suara dan penghitungan surat suara tidak dilakukan sesuai ketentuan dan telah menyebabkan rusaknya lebih dari satu surat suara, sehingga menyebabkan surat suara tersebut menjadi tidak sah.
Selain itu, peristiwa di TPS 12, TPS 13, TPS 14, dan TPS 16 Desa Mentengsari, yaitu saksi mandat Hendry disuruh pulang oleh anggota KPPS, sehingga tidak dapat menyaksikan proses rekapitulasi perolehan suara, telah melanggar ketentuan perundang-undangan.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, dalil yang diajukan oleh Hendry sepanjang berkenaan dengan perolehan suara calon anggota DPRD Kabupaten Cianjur Dapil Cianjur 3, beralasan menurut hukum.
Adapun dalam permohonannya, Hendry Juanda, mendalilkan adanya pengurangan suaranya dan penambahan suara kepada rekan separtainya, Gugun Gunawan, oleh KPU.
Perpindahan suara itu terjadi di TPS 12, TPS 13, TPS 14, TPS 15, dan TPS 16 Desa Mentengsari, Kecamatan Cikalongkulon karena adanya tindakan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Kepala Desa Mentengsari, Somantri, beserta dengan oknum KPPS.