Viral Plt Ketum Mardiono Pidato soal Gagalnya PPP ke Senayan, Ogah Disalahkan?

ERA.id - Viral potongan video Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono di media sosial yang terkesan enggan disalahkan dalam kegagalan PPP melenggang ke DPR RI.

Adapun dalam potongan video yang diunggah di akun YouTube Adrian Harahap, Mardiono yang mengenakan peci hitam dan jas hijau berpidato di atas mimbar dengan logo PPP.

Berikut potongan pernyataan Mardiono dalam video itu.

Loh saya bukan pelaku kok

Yang pelaku Bapak-Ibu sekalian

Yang berhasil kita semua

Yang gagal kita semua

Saya nggak nyalon DPR RI

Saya nggak nyalon DPRD

Saya nggak nyalon Bupati

Jadi kalau dibilang Mardiono gagal

Yang mana yang gagal?

Menyikapi itu, juru bicara Mardiono meminta para kader PPP tetap solid. “Benar, video itu potongan pidato pada pembukaan rapimnas dalam konteks arahan tertutup Plt Ketua Umum kepada seluruh peserta Rapimnas IX," kata juru bicara Mardiono, Imam Priyono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu kemarin.

Cuplikan video berdurasi kurang dari satu menit tersebut, dimana Plt Ketum PPP mempertanyakan di mana letak kegagalannya dalam Pemilu 2024.

Dia menyayangkan video arahan tertutup tersebut dipotong dengan tidak bertanggung jawab, dan menghilangkan konteks keseluruhan sambutan dari Mardiono.

"Lebih disayangkan lagi, karena diedarkan di media sosial dan media massa, sehingga berpotensi memperkeruh suasana dan mengganggu citra partai," katanya.

Dia menjelaskan, konteks pidato utuh dari Mardiono dalam arahan tertutup ialah berkontemplasi bersama dan tidak saling menyalahkan usai Pemilu 2024.

Menurut dia, pada pidato penutupan rapimnas dengan penuh kerendahan hati, Mardiono justru meminta maaf atas nama pribadi dan sebagai Ketua Umum bahwa hasil Pileg 2024 belum sesuai ekspektasi.

"Mardiono mengajak semua bersatu untuk menang besar di pilkada dan meraih kejayaan di Pileg 2029," katanya menegaskan.

PPP, kata dia, akan terus berjuang baik melalui jalur hukum maupun jalur politik secara konstitusional, atas perbedaan penghitungan suara versi KPU dan PPP, yang belum mendapat keadilan di Mahkamah Konstitusi.