Ketua Panja BPIH Sebut Kemenag Langgar Aturan Soal Pembagian Kuota Haji 2024
ERA.id - Ketua Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI mengenai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 Abdul Wachid, menegaskan Kementerian Agama (Kemenag) melanggar kesepakatan dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, dan juga Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2024.
Ia menjelaskan bahwa mulanya kuota haji Indonesia pada 2024 dari Arab Saudi adalah 221.000 jemaah.
Namun, lanjut dia, pada Oktober 2023, Indonesia mendapatkan alokasi kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang didapatkan setelah Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral bersama Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed Bin Salman. Sehingga, total alokasi kuota haji Indonesia bertambah menjadi 241.000 ribu jemaah.
“Raker Komisi VIII dengan Menag tanggal 27 November 2023 itu disepakati bahwa kuota haji kita tahun 2024 sebanyak 241.000 jemaah, yang terdiri dari 221.720 jamaah haji regular dan 19.280 jemaah haji khusus,” ujar Wachid yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI itu, Senin (23/6/2024).
Menurut dia, pembagian kuota haji tersebut mengacu Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Pasal tersebut menyebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar delapan persen.
Dengan demikian, kata dia, kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen atau 221.720 jemaah, dan kuota haji khusus delapan persen atau 19.280 jemaah, sebagaimana kesimpulan rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menag RI pada 27 November 2023.
Akan tetapi, lanjut dia, pada rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menag RI pada 13 Maret 2024, Menag RI mengubah komposisi pembagian kuota haji dengan tidak menyertakan kuota tambahan yang didapatkan dari pertemuan Jokowi dengan PM Arab Saudi di Oktober 2023 tersebut.
Ia menjelaskan bahwa dalam rapat itu alokasi kuota haji berjumlah 221.000 jemaah haji yang dibagi menjadi 92 persen atau 213.320 untuk jemaah haji reguler, dan delapan persen sisanya atau 27.680 untuk jemaah haji khusus.
Lebih lanjut, kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah tersebut dibagi dua, yakni dengan komposisi 50 persen haji reguler dan 50 persen haji khusus.
Adapun berdasarkan kesimpulan rapat bersama Kemenag per Maret itu, usulan perubahan komposisi haji dari Kemenag tersebut hanya akan dibahas lebih lanjut. Artinya, kata dia, kesepakatan komposisi kuota haji tetap mengacu pada rapat kerja Komisi VIII RI dengan Kemenag pada November 2023, bukan Maret 2024.
“Ini jelas menyalahi kesepakatan dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menag RI tanggal 27 November 2023, dan juga Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2024 tentang BPIH Tahun 1445H/2024 yang menyebutkan besaran anggaran haji sebagaimana diamanatkan dalam Raker dimaksud,” katanya yang juga tergabung dalam Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI.
Ia menekankan bahwa pembagian kuota dengan komposisi 92 persen dan delapan persen menjadi sangat penting sebab antrean jamaah haji regular jauh lebih tinggi dibanding jamaah haji khusus. Oleh karena itu, ia meminta Menag untuk mematuhi pembagian kuota tambahan dengan komposisi 92 persen dan delapan persen, dan tidak seenaknya saja menggantinya dengan komposisi 50-50 persen.
“Antrean jamaah haji regular itu sudah sangat panjang, bahkan ada satu kabupaten di Sulawesi Selatan antreannya mencapai 45 tahun. Itu bagaimana mungkin bisa kita segera selesaikan kalau perintah undang-undang, amanat Keppres, dan kesepakatan dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI saja malah dilanggar,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menegaskan untuk mendukung pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Haji yang akan menyingkap berbagai penyimpangan yang telah merugikan para jemaah haji. Dia ingin Pansus segera dibentuk dan dapat bekerja untuk menyelidiki, menghimpun informasi, dan menelusuri bukti-bukti dalam rangka merumuskan solusi untuk membenahi penyelenggaraan ibadah haji ke depan.
“Penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun itu seperti ini saja, tidak ada perbaikan yang signifikan. Makanya diperlukan pembentukan Pansus agar pembenahan bisa dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan juga sistematis karena melibatkan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji,” jelasnya. (Ant)