Kubu Jokowi: Prabowo Kenapa Marah Sama Media?
Mantan Danjen Kopassus itu mempersoalkan objektivitas media saat meliput acara Reuni 212 di Monas beberapa waktu yang lalu. Padahal, menurut dia, acara Reuni 212 adalah sebuah peristiwa yang patut diliput media.
"Buktinya media hampir semua tidak mau meliput 11 juta lebih orang yang kumpul, belum pernah terjadi di dunia," tegas Prabowo dalam acara tersebut.
Prabowo juga mempertanyakan netralitas jurnalis saat melakukan peliputan terkait aksi tersebut. Bahkan, dirinya menuding media saat ini sering bohong dan banyak memanipulasi rakyat. Tak hanya itu, Prabowo bahkan meminta masyarakat tak lagi menghormati profesi jurnalis karena menurutnya sudah tak lagi objektif.
"Tidak usah, saya sarankan kalian tidak usah hormat sama mereka (wartawan) lagi. Mereka hanya anteknya orang yang ingin hancurkan republik Indonesia," ungkapnya.
Kubu Jokowi bingung kenapa Prabowo marah
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengatakan, Prabowo tidak seharusnya berkomentar seperti itu.
"Pak Prabowo mengatakan pers ini banyak bohongnya. Saya terus terang prihatin bahwa statement ini sepantasnya tidak diucapkan apalagi dengan nada emosi dan dorong mendorong. Saya menonton videonya ada kamera yang didorong entah kamera siapa, tetapi tampak sekali bahwa Pak Prabowo dalam kondisi emosi, emosi bahwa pemberitaan pers selama ini tidak objektif dan banyak bohongnya," kata Karding kepada wartawan di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/12/2018).
Ketua DPP PKB ini heran dengan kemarahan Prabowo tersebut. Kata dia, kalau pun harus ada yang marah terkait pemberitaan Reuni 212, harusnya panitia-lah yang melakukan hal tersebut.
"Saya heran kenapa Pak Prabowo yang marah-marah? Harusnya panitianya atau pesertanya kalau betul bahwa terjadi kebohongan ketidakobyektifan. Kalau Pak Prabowo marah itu pertanda memang aksi 212 ini nyata-nyata memang digerakkan oleh Pak Prabowo," jelasnya.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB itu membandingkan Reuni 212 dengan acara Nahdatul Ulama (NU) di Sidoarjo. Karding menjelaskan, dalam acara peringatan Hari Santri beberapa waktu lalu, pemberitaan terkait acara tersebut juga tidak terlalu masif meski pesertanya begitu banyak. Tapi, NU tidak merasa keberatan akan sikap media itu.
"Teman-teman NU biasa saja karena memang tujuannya untuk istigasah, berdoa, bukan tujuan politik. Nah, kalau di Monas ini ada yang kebakaran jenggot lalu merasa tidak terpublikasi dengan masif itu patut dipertanyakan bahwa itu ada unsur-unsur yang sangat kuat dan politis," ujarnya.
Dirinya juga mengingatkan kepada Prabowo, agar tidak memperlakukan pers seperti itu. Sebab, menurutnya Prabowo dan Partai Gerindra juga dibesarkan dari media.
"Tidak sepatutnya pers diperlakukan seperti itu. Dan menurut saya pers ini adalah satu pilar tersendiri dalam membangun demokrasi," ucapnya.
Karding menambahkan, pernyataan Prabowo seperti ini hampir mirip dengan pernyataan Donald Trump sesaat setelah menjabat sebagai Presiden di Amerika Serikat.
Saat menjadi Presiden AS, Donald Trump pernah menyerang media lewat tulisannya di Twitter setelah berseteru dengan media di Amerika Serikat. Bahkan, Trump menyebut media tersebut membuat berita palsu dan menipu.
"Gaya seperti ini juga pernah digunakan Trump yang menyerang pers seperti CNN beberapa waktu lalu," jelasnya.