ICJ Izinkan Tujuh Negara Intervensi Kasus Genosida Myanmar ke Rohingya
ERA.id - Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan izin kepada tujuh negara untuk campur tangan dalam kasus genosida Myanmar kepada Rohingya di Gambia. Tujuh negara itu diberi izin untuk melakukan intervensi tertulis dalam kasus tersebut.
Perintah ICJ dengan suara bulat menerima intervensi tersebut, sehingga memungkinkan negara-negara untuk berkontribusi dalam proses tersebut dengan perspektif mereka mengenai interpretasi ketentuan Konvensi Genosida.
"Tujuh negara terkait akan diizinkan untuk menyampaikan pengamatan tertulis mereka mengenai intervensi mereka," kata ICJ dalam pernyataan, dikutip Reuters, Kamis (4/7/2024).
Pengadilan menyatakan intervensi Maladewa berdasarkan Pasal 63 Statuta ICJ dapat diterima, sehingga memungkinkan negara tersebut untuk menangani konstruksi ketentuan Konvensi Genosida.
ICJ mengatakan bahwa pihaknya akan meninjau lebih lanjut apakah Pengadilan Dunia itu harus memberikan izin kepada tujuh negara untuk melakukan observasi selama proses lisan.
"Pengadilan akan menentukan di kemudian hari apakah mereka harus diberi wewenang untuk melakukan observasi selama proses lisan," jelasnya.
Selain itu, ICJ juga mengakui deklarasi intervensi bersama berdasarkan Pasal 63 yang diajukan oleh Kanada, Denmark, Perancis, Jerman, Belanda dan Inggris. Negara-negara tersebut telah meminta intervensi dalam kasus ini di ICJ, yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia, pada November 2023.
Pada tahun 2017, Gambia, negara Afrika Barat yang mayoritas penduduknya beragama Islam, mengajukan kasus terhadap Myanmar ke ICJ dengan tuduhan melakukan genosida terhadap Rohingya, kelompok minoritas Muslim di Myanmar.
Misi pencari fakta PBB menyimpulkan bahwa kampanye militer Myanmar pada tahun 2017 yang mengusir 730.000 warga Rohingya ke negara tetangga Bangladesh termasuk tindakan genosida.
Namun pihak Myanmar membantah adanya genosida, dan menolak temuan PBB yang dianggap bias dan cacat. Dikatakan bahwa tindakan keras yang mereka lakukan ditujukan pada pemberontak Rohingya yang melakukan serangan.
Pengadilan Dunia menolak keberatan Myanmar terhadap proses genosida pada Juli 2022, sehingga membuka jalan bagi kasus tersebut untuk disidangkan secara penuh namun belum ada tanggal yang ditentukan.