Kubu Jokowi: Karakter Asli Prabowo Mulai Tampak Pelan-Pelan
Salah satunya, saat Prabowo marah kepada pewarta terkait tak masifnya pemberitaan soal aksi Reuni 212 beberapa waktu yang lalu.
Dengan sikap ini, Lukman menilai, Prabowo mulai tampak mendikte media atau menciptakan framming sendiri. Padahal, setiap media tentu punya kebijakan sendiri untuk menyampaikan informasi.
"Saya mengatakan pelan-pelan kan akhirnya karakter Pak Prabowo itu muncul. Karakter ingin mendikte media, karakter ingin mem-framming media," ungkap Lukman di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (6/11/2018).
Ketua DPP PKB ini juga bilang, jika pers saat ini tak bisa dibandingkan dengan pers 20 tahun yang lalu. Apalagi, saat ini media juga menjadi salah satu pilar demokrasi.
"Jangan memandang media ini dengan kaca mata subyektifitas. Biarkan media ini tumbuh dengan subyektifitasnya sendiri dengan cara pandangnya sendiri. Karena ini tanggung jawab media untuk membangun demokrasi kita," kata Lukman.
Harapan Prabowo yang tak tercapai
Lukman memandang, Prabowo kecewa karena framming yang ingin dia bawa tidak termakan media. Karena itu, Prabowo melayangkan kekecewaannya kepada sejumlah wartawan.
"Saya melihat, Pak Prabowo kecewa dengan media itu yang pertama. Kecewa dengan media, karena inginnya beliau itu framming yang dibuat oleh media seperti yang dia harapkan," jelas Lukman.
"Misalkan harapan dia, 'wah ini 212 dihadiri jutaan orang', itu yang pertama. Kedua, 212 itu gerakan moral tidak ada latar belakang politik. Ketiga diharapkan bahwa 212 mampu mengkonsolidasi atau dikatakan sebagai konsolidasi umat islam untuk anti terhadap Pak Jokowi," tambahnya.
Namun, framming tersebut justru dikatakan anggota DPR Komisi II ini tak berhasil. Sebab, setelah aksi itu media justru lebih banyak menyoroti soal adanya gerakan politik dalam aksi tersebut. Termasuk adanya, dugaan tindak pelanggaran kampanye.
Lukman juga sempat menyebut jika kubu Prabowo-Sandiaga Uno hanya mampu menguasai media sosial yang belum tersentuh Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 daripada media arus utama yang diawasi oleh tiga instansi yaitu Bawaslu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Dewan Pers.
"Media sosial yang jadi andalan pihak Pak Prabowo dam Pak Sandi yang penuh dengan buzzer tidak ada yg mengawasi karena sistem pemilu kita belum sampai ke sana. Sistem UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 belum punya tangan untuk memberikan pengawasan secara langsung di media sosial kecuali cyber crime kepolisian," katanya.
Sehingga, dirinya juga heran mengapa kubu paslon 02 itu lebih memilih bergerilya lewat sosial media yang tak ada pengawasan dari pihak yang bertanggungjawab.
"Kecuali memang dengan penuh kesadaran menyatakan bahwa kampanye tanpa diawasi ini menjadi sarana kampanye Pak Prabowo dan Pak Sandi. Kalau masuk di media mainstream enggak sanggup karena ada pengawasan tiga lembaga itu," kata dia.