Ramai soal Bamsoet Lulus S1 Setelah S2, Ternyata Ini Sebabnya

ERA.id - Muncul isu Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyelesaikan gelar S2 lebih dulu dari S1. Bamsoet pun merespons dan membantah isu ini. Ia menegaskan dirinya menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda tahun 1985 di Akademi Akuntansi Jayabaya.

"Pada masa itu, siapapun yang sudah menyelesaikan Sarjana Muda, bisa melanjutkan pendidikan S2 dengan tambahan keterangan pengalaman kerja,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/7/2024).

Ia menjelaskan telah meanjutkan S2 dengan menambahkan keterangan kerja sebagai wartawan dan sekretaris redaksi. Bamsoet juga menjelaskan dasar aturan yang berlaku saat itu.

"Karena pada masa itu, undang-undang yang mengatur tentang pendidikan menggunakan UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang tidak mengatur secara rigit tentang jenjang dan syarat untuk mengikuti program pendidikan lanjutan seperti diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2012," jelas Bamsoet.

Ia menilai sangat aneh bila saat ini masih ada yang terus mempermasalahkan gelar S2-nya. Tudingan tersebut dianggap sangat tendensius dan menyerang serta merusak reputasinya baik sebagai dosen ataupun Ketua MPR.

"Padahal, mereka tidak memahami dengan pasti aturan yang berlaku saat itu sebelum berlakunya UU Dikti No 12 tahun 2012" tegas Bamsoet.

Bamsoet menambahkan setelah lulus SMA Negeri 14 Jakarta, tahun 1981, dirinya melanjutkan pendidikan ke Akademi Akuntansi Jayabaya dengan program sarjana muda, bukan program diploma atau D3, dan lulus tahun 1985. Selama kuliah di Akademi Akuntansi Jayabaya Bamsoet juga membagi waktu untuk bekerja.

Usai memperoleh gelar sarjana muda dari Akademi Akuntansi Jayabaya, Bamsoet melanjutkan pendidikan program S2 Institut Manajemen Newport Indonesia (IMNI) dengan menggunakan ijazah sarjana muda ditambah dengan pengalaman kerja sebagai wartawan dan sekretaris redaksi, sesuai dengan persyaratan dari IMNI. Disaat bersamaan Bamsoet juga mendaftarkan diri untuk melanjutkan kuliah Sarjana Muda Akuntasi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI) untuk memperoleh gelar sarjana S1 dan selesai tahun 1992.

"Keinginan saya untuk terus belajar sangat kuat walau duit cekak," ujar Bamsoet.

Ia mengakui telah menyelesaikan pendidikan S2 di IMNI lebih cepat dibanding S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. Sehingga, ijazah S2 IMNI keluar tahun 1991. Sementara, ijazah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia diperoleh untuk tahun kelulusan 1992.

"Sehingga orang hanya melihatnya saya lulus S2 terlebih dahulu dibanding S1. Hal ini dapat saya pertanggungjawabkan. Tidak ada penyimpangan yang dilakukan. Saya mengikuti proses belajar mengajar dengan tekun sambil bekerja. Saya juga aktif di Perkumpulan Ikatan Alumni IMNI dan Ikatan Alumni STEI hingga saat ini," kata Bamsoet.

Bamsoet mengatakan sejak adanya Undang-Undang No. 12 tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi, aturan untuk memperoleh gelar S2 lebih diperketat. Syaratnya, harus terlebih dahulu memperoleh gelar sarjana. Seperti disebutkan dalam pasal 18 sampai dengan pasal 20 UU No. 12 tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi bahwa program magister merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana atau sederajat.

"Hal ini pun sudah pernah diklarifikasi Menristek Muhammad Nasir pada tahun 2019 dengan mengatakan bahwa Ijazah S2 saya sah karena keluar tahun 1992, jauh sebelum UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terbit. Jadi dimana salahnya jika saya mendaftar S2 menggunakan ijazah sarjana muda dengan pengalaman kerja? Karena memang saat itu hal tersebut dimungkinkan serta tidak ada peraturan ataupun undang-undang yang dilanggar," tandas Bamsoet.

Lalu berdasarkan ijazah S2 dari IMNI dan pengalaman kerja khususnya di bidang hukum sebagai anggota DPR yang terlibat dalam pembentukan puluhan UU, puluhan Panja dan Pansus serta Hak Angket, ia menduduki kursi Ketua Komisi III DPR RI ke-7, Ketua DPR RI ke-20, Ketua MPR ke-16 hingga saat ini. Bamsoet mengambil kuliah pascasarjana S3 (Doktor) pada Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 2023 dengan predikat yudisium cum laude.

Bamsoet berhasil mempertahankan disertasinya 'Peranan dan Bentuk Hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) Sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan dalam Menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas' di hadapan 10 penguji.

Lebih lanjut, ia juga menjawab tudingan telah memperoleh gelar profesor. Ia membantah telah mendapatkan gelar tersebut.

"Saya sampai saat ini belum memperoleh gelar Profesor sama sekali," katanya.