Thrifting Jadi Gaya Hidup Berkelanjutan yang Cocok untuk Gen Z, Begini Cara Menerapkannya
ERA.id - Melakukan aktivitas thrifting atau membeli produk bekas salah satunya fashion bisa menjadi cara untuk menggalakkan sustainability atau berkelanjutan bagi para Gen Z. Hal ini disampaikan oleh Aliya Amitra, Founder & COO Tinkerlust, sebuah platform jual beri barang bekas.
Menurut Aliya Amitra, para Gen Z saat ini memang menyukai fast fashion atau fesyen yang cepat berganti dalam waktu singkat, tetapi cenderung menggunakan bahan baku berkualitas rendah yang tidak awet.
Meski demikian, Gen Z juga suka melakukan aktivitas thrifting.
“Sebenarnya untuk Gen Z ini iya memang sangat suka dengan fast fashion, dan lain-lain. Tapi at the same time, banyak banget dari mereka yang juga suka thrifiting sekarang,” ujar Aliya Amitra saat ditemui di acara GDP Venture Power Lunch, di Jakarta Pusat, pada Selasa (30/7/2024).
Melalui thrifting, Gen Z sudah melakukan upaya sustainability atau berkelanjutan menjaga lingkungan karena membeli barang fashion bekas dibandingkan fast fashion. Aliya mengatakan pengenalan tentang sustainability kepada Gen Z juga semakin luas dengan event thrifting yang dilakukan oleh Tinkerlust.
“Jadi di Tinkerlust itu kita melakukan offline bazar yang memacu mereka untuk beli thrifting. Jadi kalau kita ngomongin nih trennya iya fast fashion itu tetap ada, tapi thrifting itu juga menjadi pilihan buat mereka. Kita lihat juga di Jakarta, kota-kota besar thrifting itu makin banyak juga. Jadi komunikasi awerness itu tetap ada, dan Gen Z ini jauh lebih aware mengenai sustainability,” jelasnya.
Namun, menciptakan sustainability melalui thrifting dengan benar harus memperhatikan asal barang yang diperoleh. Aliya mengatakan untuk tidak melakukan thrifting dengan barang bekas yang dikirim dari luar negeri, seperti yang sudah digaungkan oleh pemerintah.
Ini lantaran limbah fashion yang ada di Indonesia sendiri sudah cukup banyak, sehingga itu menjadi prioritas untuk dikelola. Thrifting harus dilakukan dengan jual beli barang bekas lokal demi mencapai berkelanjutan.
“Kalau untuk dampak buruk thrifting itu sendiri sebenarnya mungkin goverment kita sudah bilang yaitu ketika barang-barangnya itu yang limbah dari negara lain. Itu yang dampaknya jelek karena limbah yang ada di Indonesia sekarang ini saja itu banyak banget,” tuturnya.
“Kita nggak perlu thrifting dari barang-barang yang dikirim ke Indonesia. Itu yang menurut aku regulasinya itu harus jelas, jadi kalau thrifting ya memang thrifting barang-barang didaur ulang dari lokal,” pungkas Aliya.