KPK Cecar Mantan Anggota DPR Miryam Haryani Soal Dugaan Korupsi Pengadaan e-KTP

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa mantan Anggota DPR RI, Miryam S Haryani (MSH). Penyidik mencecar dia soal dugaan rasuah pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika mengatakan, dalam kasus ini Anggota DPR periode 2009-2014 itu dimintai keterangan sebagai terperiksa

"Hari ini yang bersangkutan diperiksa dan didalami berkaitan pengetahuannya seputar pengadaan e-KTP," kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2024).

Tessa juga menjelaskan alasan pihaknya tidak langsung menahan Miryam terkait kasus ini. Dia menyebut, penyidik memiliki pertimbangan tertentu untuk menahan seseorang.

"Kita tunggu saja. Bahwa penahanan ada syarat-syarat dan ketentuan. Misalnya yang bersangkutan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, itu ada di penyidik kewenangannya. Kalau keluar tentunya penyidik atau atasan masih belum memutuskan yang bersangkutan perlu ditahan hari ini," jelas Tessa.

Tessa menambahkan, pihaknya juga telah meminta Ditjen Imigrasi Kemenkumham untuk mencegah Miryam bepergian ke luar negeri.

"Info yang kita dapatkan, yang bersangkutan sudah dicegah ke luar negeri," ujar dia

Sementara itu, usai diperiksa KPK, Miryam memilih bungkam. Dia tidak memberikan pernyataan apapun kepada para awak media yang telah menunggunya.

Sebelumnya, Miryam divonis lima tahun penjara. Pengadilan Tipikor Jakarta memutus, Miryam terbukti memberi keterangan palsu dalam sidang dua terdakwa kasus korupsi e-KTP, yakni Irman dan Sugiharto.

"Telah terbukti dengan sengaja memberikan keterangan palsu dan menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta," kata Ketua Majelis Hakim Franky Tambuwun di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).

Putusan ini sedikit lebih rendah dari tuntutan jaksa. Jaksa penuntut dari KPK menuntut Miryam hukuman penjara 8 tahun, denda Rp 300 juta atau subsider 6 bulan kurungan penjara. 

Miryam diyakini melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 22 memberikan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

Selain itu, Miryam juga kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus rasuah e-KTP. Dia diduga kerap meminta uang dengan kode 'uang jajan' kepada Irman yang saat itu jadi Dirjen Dukcapil Kemendagri yang mengurusi megaproyek tersebut. 

Saat itu, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menyebut, penyidik menetapkan empat tersangka baru dalam kasus ini. Salah satunya adalah Miryam Haryani. 

Selain Miryam, KPK juga menetapkan Dirut Perum Percetakan Negara/Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, PNS BPPT, Husni Fahmi; dan Dirut PT Sandipala Arthapura, Paulus Tannos.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan pihak lain dalam dugaan korupsi pengadaan paket penerapan KTP elektronik tahun 2011-2013," kata Saut dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).