Demo DPR Ricuh: Polisi Berhadapan dengan Mahasiswa, Botol Air Melayang

ERA.id - Massa aksi yang berada di area belakang Kompleks Parlemen mulai memasuki Gedung DPR, setelah sebelumnya berhasil menjebol pintu gerbang.

Aksi massa terjadi pada Kamis (22/8/2024). Mereka mendesak DPR membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada.

Dari pantauan di lokasi, massa aksi yang berasal dari kelompok mahasiswa mulai masuk hingga membakar sejumlah botol-botol air mineral.

Seorang polisi kemudian mengimbau supaya massa aksi mundur dan tidak memasuki gerbang DPR.

"Teman-teman mahasiswa, tolong jangan masuk ke gerbang, saya mohon untuk mundur," ujar seorang polisi.

Imbauan itu langsung disambut sorakan dari mahasiswa dan mengingatkan bahwa polisi seharusnya menyomi masyarakat.

"Buka pintunya, pak. Buka," teriak aksi massa.

Namun polisi justru memerintahkan pasukannya yang sudah dilengkapi tameng untuk maju berhadap-hadapan dengan mahasiswa.

Kondisi yang awalnya kondusif kemudian menjadi ricuh. Beberapa orang yang terpancing emosi mulai melempar botol air hingga pecahan ubin.

Namun beberapa mahasiswa mencoba menenangkan keadaan supaya tak semakin ricuh.

"Teman-teman tahan. Jangan lempar-lempar, tenang," kata seorang mahasiswa.

Diketahui, Rapat Paripurna yang dijadwalkan untuk mengesahkan UU Pilkada ditunda. Sebab tidak memenuhi kuorum. Jumlah anggota DPR yang hadir hanya 89 orang.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR mengebut pembahasan revisi UU Pilkada pada Rabu (21/8).

Pembahasan revisi UU Pilkada ini merespon putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Dari 9 fraksi, hanya Fraksi PDI Perjuangan yang menolak pengesahan revisi UU Pilkada. Dengan alasan tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dua poin krusial yang menjadi pembahasan antara lain terkait batas usia calon kepala daerah. Baleg memilih mengacu pada putusan MA.

Dalam putusan MA, batas usia calon kepala daerah dihitung sejak pelantikan. Sementara jika mengacu pada putusan MK, batas usia ditetapkan saat KPU menetapkan sebagai calon.

Selain itu, Baleg meyepakati putusan MK terkait perubahan syarat pencalonan kepala daerah dari partai politik hanya berlaku bagi partai yang tak memiliki kursi di DPRD.

Sementara Partai yang punya kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya.