Diet Teknologi, Yuk?!
Jakarta, era.id - Sekarang adalah hal yang mustahil bagi sebagian orang untuk tidak bersinggungan dengan teknologi, apalagi smartphone. Mudah saja membuktikannya. Saat terbangun dari tidur di pagi hari misalnya, apa yang pertama kali anda cari kala pertama kali membuka mata? Cukup sulit untuk tidak menjawab smartphone.
Kita semua sepakat menganggap segala yang berlebihan itu tidak baik. Tak terkecuali soal penggunaan teknologi. Jika berlebihan akan berdampak buruk. Kendati demikian, sebagian besar kita tampak senang keranjingan teknologi.
Menurut survei GlobalWebIndex, pada hari normal, pengguna internet bisa menghabiskan waktu sekitar 6,5 jam. Bahkan dalam survei itu mencatat dalam sehari pengguna internet di Thailand, Filipina, dan Brasil bisa mencapai sembilan jam sendiri berselancar di internet. Sementara satu pertiga waktu tersebut mereka alokasikan untuk media sosial.
Penggunaan internet yang terlalu lama dapat memberikan dampak terhadap otak manusia. Menurut pakar kesehatan mental kenamaan Kanada, Dr Shimi Kang, seperti dilansir BBC, mengatakan bahwasannya teknologi semakin dikaitkan dengan kegelisahaan, depresi, dan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh. Selain itu kecanduan yang disebabkan internet kini menjadi diagnosa medis.
Dalam menggunakan teknologi ada kadarnya dan ada beberapa tipe teknologi. Jika kita ingin menjalin hubungan yang sehat dengan teknologi, kita perlu memahami sejauh apa efeknya terhadap otak kita.
Dr Kang menjelaskan bahwa otak kita bermetabolisme terhadap teknologi dengan cara melepas enam hormon berbeda ke dalam tubuh. Diantaranya ada hormon serotonin yang dilepas ketika kita sedang kreatif, terhubung dan berkontribusi pada suatu hal.
Kemudian ada juga hormon endorfin, yakni hormon penghilang rasa sakit pada tubuh dan hormon yang dapat memberikan kedamaian. Hormon ini dilepas ketika kita fokus pada suatu hal, bermeditasi, bersyukur, dan melatih organ kardiovaskular.
Selain itu, hormon dopamin, yakni hormon kesenangan yang berkaitan dengan reaksi instan, akan tetapi memicu ketergantungan juga. Sementara, teknologi saat ini cenderung didesain secara khusus untuk memicu pelepasan dopamin artinya dapat membuat kita kecanduan.
Bahayanya dari penggunaan teknologi berlebih yakni dengan memancing hormon-hormon itu secara berlebih. Dr Kang mengatakan bahwa terdapat sampah teknologi yang kemungkinan kita gunakan dan dapat meracuni diri sendiri. Menurutnya racun yang benar-benar dikhawatirkan adalah ketika anda mengambil keuntungan dari aktivitas itu.
"Misalnya pornografi, perundungan, judi, dan video game yang didesain seperti mesin penjual atau terlibat ujaran kebencian."
Diet Teknologi
Masih menurut Dr Kang, jika ada seseorang yang datang dari keluarga dengan catatan memiliki masalah soal kecanduan, kegelisahaan, depersi atau yang tak mampu mengelola waktu, maka harus barhati-hati karena Ia dapat berpotensi besar mengonversikannya menjadi ketergantungan pada racun.
Menurutnya remaja lebih rawan terhadap ketergantungan ini. Akses terhadap internet saat ini kian tak terbendung dan masih terus meluas ke berbagai penjuru dunia.
Namun ada sejumlah negara yang menolak kehidupan yang terus-menerus terhubung dengan dunia maya. Beberapa negara yang mengaku mengadopsi metode diet teknologi bahkan menjalani detoksifikasi digital.
Proses itu terdiri dari menutup akun media sosial dan menghapus aplikasi yang dirasa tidak terlalu penting untuk memangkas waktu untuk berselancar di internet. Menurut Kang, penggunaan teknologi harus mempertimbangkan kebutuhan dasar kita sebagai manusia.