KPK Sebut Sahbirin Noor Kehilangan Kesempatan untuk Membela Diri Jika Mangkir Panggilan

ERA.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan bahwa Gubernur Kalimantan Selatan periode 2021–2024 Sahbirin Noor (SN) akan merugikan dirinya sendiri jika kembali mangkir dari panggilan penyidik KPK pada Jumat, 22 November 2024.

"Kalau dia datang ke sini dan dia punya bukti yang bisa mementahkan keterangan saksi dan tersangka, itu kan akan meringankan yang bersangkutan," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

Alex mengatakan segala hal yang disampaikan para tersangka dan saksi dalam sebuah perkara pada akhirnya akan disampaikan kepada hakim secara terbuka di hadapan publik.

Jika yang bersangkutan tidak hadir dalam pemeriksaan maka sama artinya dengan membuang kesempatan untuk memberikan tanggapan atas keterangan para tersangka dan saksi lainnya dalam perkara tersebut.

"Kalau dia merasa tidak pernah menerima sesuatu atau tidak pernah memerintahkan stafnya untuk menerima uang dan sebagainya, ya tolong sampaikan. Supaya nanti imbang keterangan dari tersangka, keterangan dari saksi dan itu akan menjadi pertimbangan hakim untuk memutuskan siapa saja para pihak yang terlibat," ujarnya.

Sahbirin sebelumnya dijadwalkan untuk menjalani  pemeriksaan pada Senin (18/11) sebagai saksi penyidikan dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Namun yang bersangkutan tidak hadir tanpa memberikan keterangan apapun.

Penyidik KPK pada Minggu (6/10) malam menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang terkait penyidikan dugaan korupsi suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Kalimantan Selatan.

Enam orang yang terjaring operasi tangkap tangan tersebut adalah Kadis PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah (YUL), Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean (FEB).

Kemudian dua orang lainnya yang berasal dari pihak swasta yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).

Pihak KPK kemudian langsung menetapkan status tersangka dan melakukan penahanan terhadap enam orang tersebut.

Dalam operasi tangkap tangan tersebut penyidik KPK menyita uang tunai sebanyak Rp12.113.160.000 dan 500 dolar AS yang diduga sebagai uang suap.

Atas penerimaan suap tersebut, para tersangka kemudian melakukan rekayasa agar proses lelang dimenangkan oleh pihak yang memberikan fee.

Rekayasa tersebut dilakukan, antara lain dengan cara membocorkan harga perkiraan sendiri dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang.Kemudian merekayasa proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan tertentu yang dapat melakukan penawaran, menunjuk konsultan yang terafiliasi dengan pemberi suap, dan pelaksanaan pekerjaan sudah dikerjakan lebih dulu sebelum tanda tangan kontrak.

Proyek yang menjadi objek perkara tersebut adalah pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp9 miliar.

Para tersangka yang berstatus penyelenggara negara dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan dua pihak swasta dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant)