Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tuntut Lima Terpidana Ganti Rugi Sebesar Rp17,5 Miliar
ERA.id - Puluhan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan menuntut lima terpidana kasus tersebut membayar ganti rugi sebesar Rp17,5 miliar.
Sebanyak 73 perwakilan keluarga dari total 135 korban tewas mendatangi kantor Pengadilan Negeri (PN) Surabaya agar lima terpidana membayar restitusi tersebut.
Adapun lima terpidana dalam tragedi maut usai pertandingan Persebaya vs Arema pada 1 Oktober 2022 lalu, yaitu Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris; security officer Suko Sutrisno; eks Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan; mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi; dan eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Berdasarkan pantauan Era.id, puluhan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan sudah menunggu di salah satu sudut halaman PN Surabaya.
Mereka terlihat memakai kaus hitam bertuliskan "Justice For Kanjuruhan" dan "Menolak Lupa 1 Oktober 2022". Ada pula kaus bergambar wajah-wajah korban.
Salah satu pendamping hukum keluarga korban dari LBH Pos Malang, Daniel Siagian mengatakan setidaknya ada 73 keluarga korban yang menuntut restitusi. Permohonan itu sendiri diajukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Jati ini bersama LPSK yang di kemudian diwakili oleh LPSK, pemohon ini ada sekitar 73 keluarga korban yang hari ini yang mengajukan restitusi, sejak Oktober 2023,” kata Daniel di PN Surabaya, Kamis.
Daniel mengatakan berdasarkan asesmen yang dilakukan LPSK, 73 korban itu menuntut para terpidana kasus ini membayar restitusi sebesar Rp17,5 miliar.
“Kalau total nilai ini genapnya ya Rp17,5 miliar yang dibebankan kepada kelima para terpidana,” ucapnya.
Besaran restitusi yang dituntut itu, kata dia, dihitung dari kerugian materiel dan imateriel yang dialami keluarga korban pascatragedi.
“Ada beberapa mekanisme asesmen dalam LPSK. Satu soal kerugian materi dan imateriil. Secara psikologisnya kemudian secara ekonominya, itu beberapa hal yang di asesmen oleh LPSK untuk menghitung nilai kerugian akibat dampak yang ditimbulkan setelah adanya tragedi Kanjuruhan,” katanya.
Lebih lanjut, Daniel menjelaskan restitusi ini sebenarnya sudah diajukan lama, yakni sejak proses pidana di Tragedi Kanjuruhan ini masih disidangkan di PN Surbaya pada Februari 2023 lalu.
“Padahal kalau kita lihat laporan lembaga LPSK sejak bulan Februari 2023 LPSK itu sudah mengirimkan apa namanya rekomendasi restitusi terhadap ke kasus yang sedang dilaksanakan waktu itu,” ucapnya.
Namun, kata Daniel, jaksa penuntut umum ternyata tidak memasukkan poin restitusi itu saat membacakan tuntutan ke lima terpidana.
“Jaksa penuntut umum tidak mencantumkan restitusi terhadap para terdakwa, tidak membebankan restutusi ke terdakwa (terpidana),” ujarnya.
Kini, setelah putusan lima terpidana itu inkrah, Mahkamah Agung kemudian memerintahkan agar perkara permohonan restitusi itu disidangkan di PN Surabaya.
Sementara itu, Pengacara publik LBH Surabaya, Jauhar Kurniawan mengatakan permohonan restitusi ini adalah salah satu upaya hukum keluarga korban untuk menuntut pertanggungjawaban ke para terpidana.
“Jadi upaya restitusi ini adalah salah satu kompensasi yang dilakukan menurut hukum. Jadi bukan santunan yang diberikan di luar proses hukum. Tapi ini adalah upaya yang meminta pertanggungjawaban melalui proses hukum,” pungkasnya.