Tak Ada Politik dalam Pemberantasan Mafia Bola
Jakarta, era.id - Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S. Broto menyebut tak ada unsur politis dalam pengungkapan kasus dugaan pengaturan skor yang saat ini jadi polemik.
"Saya tidak (menemukan) adanya (unsur) politis dalam ini (kasus mafia bola) pada saat diperiksaan. Tidak ada nuansa politis," kata Gatot dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2019).
Kata Gatot, di tahun politik ini, bukan tidak mungkin perkara mafia bola lantas dikaitkan dengan isu politik. Tapi secara tegas dirinya bilang, jika Satgas Mafia Sepak Bola telah bekerja dengan baik dan profesional. Apalagi, dirinya pernah diperiksa di Bareskrim Polri sebagai saksi pada Sabtu (26/12) yang lalu.
"Mentang-mentang tahun politik, jangan dikait-kaitan dengan politik. Satgas sangat profesional sekali, polisi profesional untuk menangani ini (kasus dugaan pengaturan skor)," jelasnya.
Gatot kemudian menjelaskan saat dirinya diperiksa. Menurutnya, penyidik Polri melakukan pemeriksaan dengan sangat baik dan menguasi materi untuk membuat konstruksi perkara dalam kasus pengaturan skor.
"Apa yang saya alami saat pemeriksaan oleh penyidik itu sangat taktis. Jadi beda kalau kami diperiksa oleh pnyidik yang sudah pemahamannya utuh sama yang tidak itu beda. Polisi ingin membuat konstruksi hukum yang utuh dan itu hal yang positif," jelasnya.
Supaya kalian tahu, Satgas Anti Mafia Sepak Bola ini dibentuk sesuai arahan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dengan surat perintah nomor 3678 tertanggal 21 Desember 2018 setelah ramai adanya dugaan pengaturan skor.
Dalam kasus ini, polisi juga telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus pengaturan skor. Keempat orang tersebut adalah mantan Ketua Asprov PSSI DIY Dwi Irianto alias Mbah Putih, anggota Komite Eksekutif PSSI Johar Lin Eng, mantan anggota Komisi Wasit PSSI Priyanto dan anaknya, Anik Yuni Artika Sari yang merupakan wasit futsal.
Para tersangka itu dijerat dengan dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan dan atau tindak pidana suap dan atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau UU No 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap dan atau Pasal 3, 4, 5, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.