Lukisan Mirip Jokowi Gagal Dipamerkan di Galeri Nasional, Todung Mulya Lubis Mengeluh

ERA.id - Lukisan karya Yos Suprapto bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” dihentikan oleh pihak Galeri Nasional Jakarta.

Yos memang menggelar pameran tunggal pada Kamis (19/12) malam dan pengunjung akhirnya dilarang melihat pameran lukisan yang disiapkan sejak setahun terakhir.

Dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat (20/12), Yos bilang pintu pameran tiba-tiba dikunci jelang pembukaan.

Sebelum dikunci itu, kata Yos, kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, sudah meminta lima lukisan Yos yang ditafsirkan mirip Presiden ke-7 Jokowi, di antara 30 lukisan, untuk diturunkan.

Merasa keberatan, Yos berujar kalau kelimanya diturunkan, maka ia akan membatalkan pameran secara keseluruhan. Karyanya pun akan dibawa pulang ke Yogyakarta.

“Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos.

Sementara itu, Galeri Nasional Indonesia menjelaskan, penundaan diambil setelah kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, memilih mundur karena ketidaksepakatan antara kurator dan seniman.

Rencana Pameran Tunggal Yos Suprapto telah disetujui sejak 2023 dan akan berlangsung dari 19 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.

Todung Mulya Lubis merespons

Pakar hukum, Todung Mulya Lubis pun menyampaikan ketidaksetujuannya dengan cara Galeri Nasional yang mengunci pintu sebelum pameran berlangsung.

Berikut petikan tulisan yang dikutip ERA dalam laman Facebook Todung.

Tadi malam saya datang ke Galeri Nasional untuk menyaksikan pembukaan pameran lukisan karya Yos Suprapto. Tapi pintu Galeri Nasional dikunci sehingga tak seorang pun bisa masuk.

Pengunjung pada berkumpul di belakang Galeri untuk menghindari hujan yang turun lebat. Sebagian menikmati makanan yang sudah disediakan, Sebagian minum kopi dan Sebagian lagi menggerutu kenapa pameran lukisan ini katanya ‘ditunda’ tetapi dari informasi salah seorang pengunjung yang kenal, Heru Hendramoko (wartawan yang pernah memimpin AJI) dengan pelukisnya pameran ini, tidak jadi diadakan karena pihak Galeri Nasional meminta 5 lukisan diturunkan.

Kenapa? Karena dianggap mengkritik Mulyono. Galeri Nasional sudah lupa bahwa Galeri itu tempat pameran, dan Galeri tak berhak mencampuri kebebasan kreatif pelukisnya. Bahwa pelukisnya membuat lukisan yang bersifat kritis, mengkritik Jokowi atau Prabowo, hal itu adalah syah saja sebagai lukisan.

Apa beda kritik melalui lukisan dengan kritik melalui podcast di Youtube atau TikTok? Kalau logikanya demikian, maka banyak podcast dan talkshow di Youtube, Instagram atau TikTok harus dilarang.

Dengan kesal semalam saya langsung pulang, dan baru membaca berita sebenarnya tentang batalnya pameran semalam. Yos Suprapto mengatakan bahwa dia akan membawa semua lukisannya ke Yogyakarta tempat dia berdomisili jika ada lukisannya yang diturunkan atau dilarang.

Ini adalah pelanggaran terhadap kebebasan berkesenian. Saya mulai melihat langit mendung di atas.

Pagi ini di WA Group saya membaca berita mengenai pameran lukisan yang semalam tak jadi digelar. Ada kritik dari Eros Djarot. Ada juga foto salah satu lukisan yang hendak dipamerkan. Lukisannya memang sebuah manifestasi kritik dalam garis dan warna. Saya menerimanya sebagai sebuah lukisan yang tak semuanya tentang pemandangan alam atau kecantikan.