Meski Remaja, Geng Jepang Bisa Disidang
Keterlibatan anak-anak dalam tindakan kriminal menjadi dilema tersendiri untuk penegakkan hukum. Sebab, polisi tidak bisa serta merta membawa anak-anak ini ke meja pengadilan meski mereka sudah melawan hukum lebih dari sekali.
Berdasarkan UU No 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak, penegakkan hukum untuk anak-anak harus melalui diversi. Ini tercantum dalam pasal 7 UU Peradilan Anak yang berbunyi, pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.
Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Meski ada upaya diversi tidak menutup kemungkinan kasus itu bakal masuk meja hijau.
"Nanti akan dilihat konteksnya seperti apa. Kalau sudah berkali-kali seperti itu kita akan sidangkan di peradilan anak," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (29/12/2017).
Setyo menyadari perkembangan anak zaman sekarang lebih cepat. Usia anak sebagai ukuran dewasa pun menjadi perdebatan. Namun baginya, polisi bertugas untuk menjalankan UU bukan mengubah UU. Menurutnya mengubah batas umur anak-anak dan dewasa perlu kajian dan masukan dari banyak pihak.
"Itu harus ada kajian yang mendalam. Enggak bisa serta-merta. Agar bisa memberi rasa keadilan semua pihak," ujarnya.
Butuh Pengakuan Diri
Dihubungi terpisah, Guru Besar Kriminologi UI M Mustofa mengungkap, usia tidak bisa mengukur tingkat kedewasaan seseorang. Banyak aspek yang jadi alat ukur tingkat kedewasaan manusia.
"Usia kedewasaan seseorang tidak cukup hanya diukur dari usia. Secara sosial disebut dewasa bila sudah mandiri secara ekonomi, matang kepribadian dan arif secara sosial," kata dia kepada era, Rabu (28/12/2017).
Menurutnya, perilaku Geng Jepang merupakan tindakan kriminal. Sebab, motifnya adalah ingin meningkatkan posisi level ekonominya tanpa susah payah. Meski terkategori tindakan kriminal, tapi karena pelakunya masih anak, maka tidak perlu dibawa ke pengadilan.
"Kalau mengikuti hukumnya mereka tidak dipidana tapi diberi tindakan. Misalnya diserahkan ke lembaga sosial untuk dididik kembali tentang norma sosial," lanjutnya.
Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak LPAI, Reza Indragiri Amriel melihat perilaku Genk Jepang adalah suatu aksi pengakuan diri. Menurut Reza perilaku Genk Jepang bukan puncak piramida Maslow.
"Mereka tahu bahwa kelakuan mereka salah. Tapi perasaan mereka tidak cukup tergugah untuk menghentikan perilaku tersebut," ujar Reza saat dihubungi era.id, Rabu (28/12/2017).
Dari kasus ini, ada 15 orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah AB (18), EAF (18), AP (20), AG (16), F (17), BL (16), YV (17), MP (18), DM (18), RA (18), WL, AL, HB dan M. 15 tersangka tersebut terdiri dari 7 orang dewasa dan 8 anak-anak.
Para tersangka dijerat Pasal 365 KUHP tentang pencurian disertai kekerasan dengan ancaman kurungan penjara 9 tahun.
Kasus ini berawal dari viralnya video aksi penjarahan Toko Fernando beberapa waktu lalu. Dalam video berdurasi 1 menit 27 detik itu, penjaga sedang membersihkan manekuin. Kemudian, puluhan orang menggunakan sepeda motor mendatangi toko dan menjarah barang-barang yang ada di sana beberapa saat kemudian. Beberapa di antaranya juga tampak membawa senjata tajam saat beraksi.