Ahli: HMPV Tidak Berpotensi Jadi Pandemi Selanjutnya
ERA.id - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama menekankan bahwa human metapneumovirus (HMPV) tidak bisa menjadi penyebab pandemi selanjutnya.
"Kalau yang HMPV ini nampaknya tidak akan berpotensi menjadi pandemi. Tapi bahwa dunia akan menghadapi pandemi lagi, iya, hanya kita belum tahu kapan waktunya, dan kita belum tahu penyakit apa yang menimbulkan pandemi yang akan datang," kata Tjandra, dikutip Antara, Selasa (14/1/2025).
Bantahan itu dia katakan menyusul isu yang muncul di kalangan masyarakat soal potensi HMPV berisiko menjadi COVID-19 kedua. Dia menjelaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat daftar sejumlah penyakit yang berisiko menjadi pandemi, dan HMPV tidak masuk ke dalam daftar itu.
Tjandra menyebutkan, ada tiga kelompok penyakit di daftar itu, yakni penyakit zoonosis atau penyakit yang menular dari hewan ke manusia.
"Yang kedua influenza dalam berbagai jenisnya, karena virus influenza itu dapat bermutasi dari waktu ke waktu, dan yang ketiga disebut-sebut sebagai Disease X," jelasnya.
Adapun disease X adalah patogen (virus, bakteri, jamur) yang belum diketahui yang dapat menimbulkan penyakit.
Terkait HMPV yang tidak akan menjadi pandemi selanjutnya, Tjandra mengatakan bahwa virus tersebut sudah ada sejak tahun 2001. Faktor ini menjadi salah satu alasan yang tidak akan menjadikan HMPV sebagai pandemi generasi selanjutnya.
Bahkan sebenarnya, kata Tjandra, sebelum 2001 sudah ditemukan antibodi untuk virus tersebut. Kemudian alasan lainnya adalah HMPV tidak seperti COVID-19 yang berat. Umumnya kasus HMPV tergolong ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya.
Selain itu, HMPV juga tidak bisa dinilai menjadi pandemi selanjutnya hanya karena kasus tersebut meningkat di China pada 2019-2020. Menurutnya, setiap tahun di China dan sejumlah negara dengan empat musim akan terjadi peningkatan infeksi saluran pernapasan.
"Karena pada setiap akhir tahun atau awal tahun itu di China dan di banyak negara yang empat musim, itu musim dingin sedang tinggi-tingginya. Sehingga mereka tentu saja karena cuaca seperti itu, mungkin saja terjadi peningkatan infeksi saluran napas," tuturnya.
Kemudian, kata Tjandra, penyakit-penyakit infeksi saluran nafas, baik karena virus maupun bakteri, memiliki gejala yang sama, sehingga tidak bisa disebutkan bahwa penyakit dengan gejala-gejala seperti batuk, demam, sesak nafas, akan berkembang parah seperti COVID-19.
Meski tidak menyebabkan pandemi, katanya, kenaikan kasus tetap perlu diwaspadai. WHO menyebutkan pada Januari adanya peningkatan kasus infeksi saluran nafas di belahan utara dunia.