Gajah Masuk Kampung, Tiga Rumah Rusak
Dilansir dari Antara, Kamis (10/1/2019), Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nagan Raya, Hamidi, melaui Pusdalop, Agus Salim, dihubungi di Nagan Raya, Kamis, mengatakan, tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh masih melakukan upaya pengusiran.
"Soal rumah rusak itu masih dalam pendataan, namun yang pastinya saat ini kami bersama tim BKSDA dibantu TNI, polisi dan warga terus mencoba menghalau gajah-gajah itu agar meninggalkan perkampungan," katanya.
Kegiatan menghalau satwa tersebut telah berjalan selama dua hari, dipimpin tim BKSDA Aceh yang didatangkan dari Meulaboh dan Banda Aceh, titik lokasi keberadaan satwa dilindungi Undang-undang tersebut telah menjauh dari permukiman.
Pihaknya juga tidak mengetahui secara pasti, kapan peristiwa tersebut terjadi sebab pada kegiatan menghalau gajah pada Rabu (9/1), kawanan gajah telah berada sekitar 13 kilometer dari kawasan Desa Blang Tengkut, Kecamatan Seunagan Timur.
"Titik lokasi satwa-satwa gajah itu sudah menjauh, kemarin (Rabu) sudah 13 kilometer dari desa. Rencananya kegiatan pengusiran gajah kembali ke habitatnya ini berlangsung selama lima hari, pengusiran dengan meledakkan mercon," sebutnya.
Pihak BPBD saat ini belum memiliki anggaran yang cukup untuk mendatangkan satwa gajah jinak serta pawang untuk menggiring gajah-gajah liar itu ke hutan, karenanya yang mampu dilakukan saat ini pengusiran dengan mengejutkannya dengan ledakan mercon.
Sementara itu Kepala Desa (Keuchik) Blang Tengku, Samsirman, menyampaikan, pihaknya mengapresiasi upaya pengusiran kawanan gajah tersebut karena selama ini masyarakat di desanya sudah sangat ketakutan dan merugi.
"Gajah turun ke kampung saat malam hari, beberapa kali sudah pas-pasan ketemu di jalan, gajah itu bukannya lari tapi justru mendekati warga. Kami di sini ketakutan dan suasana desa kami mencekam karena peristiwa ini sudah lama," keluhnya.
Samsirman menyampaikan, pengusiran satwa gajah dengan menggunakan benda berdaya ledak seperti mercon tidak efektif, malah warga semakin khawatir gajah akan berbalik melawan dan merusak apa pun yang ditemukan di perkampungan.
Namun, terpenting saat ini adalah gajah-gajah tersebut pergi meninggalkan kampung yang didiami oleh ratusan jiwa, sebab selama ini sudah banyak kerugian dialami masyarakat, karena rusaknya tanaman sawit, pohon jengkol, pisang, kacang dan padi.
"Yang penting saat ini gajah-gajah itu pergi dulu. Harapan kami kalau bisa jangan sampai Tengkut Rayeuk (sebutan Aceh untuk gajah) masuk lagi ke kampung. Kami sudah tidak nyaman tinggal di rumah," imbuhnya.
Samsirman menyampaikan, di kampung mereka biasanya didatangi dua ekor gajah yakni satu ekor pejantan dan satu ekor anakan, namun yang sering berlaku jahat adalah gajah jantan bertubuh besar merusak apa pun yang menghalangi jalannya.