Bingung Revisi Tatib Digiring Bisa Copot Pejabat, Dasco: Hanya Penguatan Fungsi DPR
ERA.id - Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengaku bingung revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) digiring bisa untuk mencopot pejabat negara. Padahal hanya untuk memperkuat fungsi pengawasan di DPR.
"Saya bingung kan ini kok sampai kemudian isunya kita bisa mecat A, B, C. Itu revisi tatib itu hanya untuk melengkapi hal yang sudah dituangkan dalam tatib, dalam fungsi pengawasan DPR, dan itu bukan undang-undang," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (7/2/2025).
Dia menjelaskan, selama ini DPR hanya menjalankan proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test untuk menyeleksi sejumlah pejabat negara. Namun tak ada aturan untuk menindaklanjuti apa yang telah dipilih oleh parlemen.
Oleh karena itu, DPR merevisi peraturan tatib supaya memperkuat fungsi pengawasan yang sudah ada. Khususnya kepada pejabat negara yang dipilih dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
"Hasil dari fit and proper itu kan selama ini dalam fungsi pengawasan DPR itu kemudian tidak ada tindak lanjut. Nah tatib ini kemudian mendorong supaya fungsi pengawasa lebih ditingkatkan," kata Dasco.
Peningkatan fungsi pengawasan itu berupa evaluasi berkala terhadap pejabat negara yang sebelumnya sudah dipilih oleh DPR. Namun, rekomendasi hasil evaluasi itu tidak langsung bertujuan untuk mencopot pejabat negara yang dimaksud.
Dasco menegaskan, DPR tak pernah ada niatian bisa mencopot pejabat negara sewaktu-waktu lewat revisi tatib.
"Ditingkatkan bukan kemudian langsung kemudian mengevaluasi, langsung melakukan fit and proper, langsung memberikan rekomendasi penggantian, enggak begitu," ucapnya.
"Sebenarnya kita tidak ada arah kesana (bisa mencopot pejabat negara). Cuma memang ya kita juga agak bingung kenapa kemudian isunya jadi diarahkan kesana ya," imbuh Dasco.
Dia lantas mencontohkan, ada pejabat negara hasil fit and proper test DPR yang usia pensiunnya masih cukup lama. Belakangan pihaknya mendapat informasi bahwa kondisi kesehatan pejabat tersebut kurang baik sehingga tidak bisa maksimal menjalankan tugasnya.
Kasus seperti itulah yang nanti menjadi bahan evaluasi oleh DPR melalui alat kelengkapan dewan (AKD) terkait. Hasilnya direkomendaikan kepada institusi terkait.
"Kalau seperti itu kan lebih bagus kalau kemudian institusi itu mengambil langkah mencari orang yang tepat. Yang seperti itu yang kemudian kita evaluasi, kita berikan saran misalnya begitu, karena itu hasil fit and proper yang kita lakukan pada waktu itu," kata Dasco.
Namun, hasil rekomendasi itu sifatnya tidak mengikat keluar. Dalam artian, rekomendasi dari evaluasi DPR diserahkan kembali kepada institusi terkait untuk ditindaklanjuti.
"Mungkin nanti hasilnya sekadar menyarankan kepada pemerintah, menyarankan kepada institusi yang orangnya dilakukan evaluasi untuk kemudian diambil langkah yang dianggap perlu menurut mereka," pungkasnya.