LBH Jakarta Buka Pengaduan Warga yang Merasa Dirugikan Dugaan Manipulasi Pertamax
ERA.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta membuka kanal aduan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban dugaan manipulasi bahan bakar minyak (BBM) beroktan 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax).
Hal tersebut menanggapi kasus terbaru yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait korupsi tata kelola minyak di Pertamina.
"Kami membuka kanal pengaduan bagi warga yang terdampak dugaan manipulasi bahan bakar minyak (BBM) beroktan 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax)," tulis LBH Jakarta melalui akun X @LBH_Jakarta, Rabu (27/2/2025).
Menurut LBH Jakarta, pos pengaduan ini diperlukan untuk mendalami dan mempelajari dampak yang timbul akibat dugaan manipulasi tersebut. Pengaduan itu juga diperlukan untuk menentukan langkah apa yang dapat dilakukan bersama untuk menuntut pertanggungjawaban para pihak yang bersalah.
"Sebagai respons cepat, kami membuka kanal pengaduan secara daring. Untuk selanjutnya, dalam waktu dekat, kami juga akan membuka pos pengaduan secara langsung (on site)," lanjut LBH Jakarta.
Adapun formulir pengaduan bisa diakses melalui tautan berikut: https://bit.ly/PosPengaduanWargaKorbanPertamaxOplosan
Sebelumnya, pada Senin (24/2/2025), Kejagung menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak, yaitu:
- Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga;
- Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional;
- Yoki Firnandi (YF) selaku PT Pertamina International Shipping;
- Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional;
- Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa;
- Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim;
- Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Kongkalikong Petinggi Pertamina Impor Minyak
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan pada periode 2018–2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.
PT Pertamina (Persero) pun wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.
Namun, tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya. Akhirnya, pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.
Pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.
Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
"Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan," terangnya.
Abdul Qohar mengatakan dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina, dengan broker.
"Tersangka RS, SDS, dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum," jelasnya.
Selain itu, tersangka DW dan tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang.
Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembayaran untuk BBM RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli BBM RON 90 atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di storage atau depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Setelah pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13–15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
Akibat kecurangan tersebut, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi yang kemudian HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN.
Kejagung menyatakan bahwa kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun dalam kasus tersebut pada tahun 2023.