Tingginya Pidato Dedi Mulyadi Bahas Gubernur Gagal Depan Jemaah Salat Id di Bandung

ERA.id - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berbicara banyak soal kemiskinan dan tugas pemerintah untuk menyejahterakan rakyatnya, sewaktu diberi panggung pidato berhadapan ribuan jamaah salat Idul Fitri 1446 Hijriah di Lapangan Gasibu, Bandung, Senin pagi kemarin.

Dedi awalnya meminta maaf apabila Pemprov Jabar selama ini masih belum dapat melakukan seluruh kewajibannya. Dia berencana membangun rasa empati bersama rakyat lewat tindakan nyata.

"Itulah mengapa saat ini perlu adanya pengelolaan keuangan negara yang harus dipertanggungjawabkan. Karena nantinya di akhirat juga ditanya," ujar dia.

Kegagalan seorang Gubernur itu, kata Dedi, jika masih ada pengemis di perempatan jalan, anak yatim yang tak bersekolah, orang miskin yang rumahnya mau roboh, hingga ada orang yang bunuh diri karena terikat bank emok  atau pinjaman online.

Sehingga, dia mengajak seluruh penyelenggara negara, siapapun dia, memiliki kesadaran. Pasalnya, kata Dedi, keislaman pemimpin terlihat dari senyumnya rakyat.

Ditemui selepas salat Id, Dedi menceritakan bahwa di era Rasulullah SAW keuangan negara bersumber dari zakat yang dikelola melalui Baitul Mal dengan esensi di dalamnya membangun kesetaraan bagi kaum duafa agar setara dengan orang-orang kaya termasuk membebaskan budak belian.

"Budak belian itu kan buruh yang dibayar dengan upah yang sangat rendah, tanpa jaminan kesehatan, jaminan kesejahteraan hari tuanya. Ini enggak boleh lagi ada, di Indonesia sudah ada undang-undang yang mengatur tentang hak-hak buruh," ucapnya.

Di Indonesia sendiri, lanjut Dedi ada berbagai macam pungutan seperti retribusi, pajak tahunan, kemudian umat Islam ada kewajiban untuk membayar zakat bagi yang mampu, lalu infak dan shadaqah, namun ternyata banyak yang belum sejahtera, sehingga mengindikasikan ada pengelolaan keuangan yang belum optimal.

"Makanya saya menyoroti pengelolaan keuangan dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan menyinggung Pergub pergeseran anggaran, mulai dari membelanjakan anggaran pada hal yang berkontribusi ke investasi SDM, infrastruktur, dan fiskal, seperti kata orang Sunda harus heureut meuteun yang artinya harus pandai-pandai berinvestasi," tandasnya.