Tetapkan Pejabat Wilmar Group Sebagai Tersangka Suap, Kejagung Sita Mercy hingga Sepeda Brompton
ERA.id - Head and Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY) ditetapkan sebagai tersangka baru kasus putusan lepas (onslag) terkait perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit periode 2021-2022 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Kejaksaan Agung (Kejagung) pun menggeledah kediaman Syafei usai menetapkannya sebagai tersangka.
Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan penggeledahan dilakukan di tiga lokasi di dua wilayah, yakni di kawasan Palembang Sumatera Selatan dan Jakarta. Dari penggeledahan itu, penyidik menyita mobil mewah milik Syafei.
"Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik menyita dua unit mobil Mercedez-Benz (Mercy), dua unit motor Vespa, satu unit mobil merek Honda CRV dan empat unit sepeda Brompton," kata Qohar kepada wartawan dikutip Rabu (16/4/2025).
Qohar pun menjelaskan kasus ini berawal ketika pengacara tersangka korporasi kasus korupsi tersebut, Ariyanto Bakri (AR) berkomunikasi dengan Wahyu Gunawan (WG) yang saat itu merupakan Panitera PN Jakpus. Wahyu menyampaikan perkara korupsi minyak goreng harus "diurus" jika tidak ingin putusan vonis melebihi tuntutan jaksa penuntut umum.
Tersangka Wahyu kemudian bertanya berapa biaya yang bisa disediakan korporasi. Namun Ariyanto tak bisa memberi jawaban dan meminta agar hal ini ditanyakan dulu ke kliennya.
Dia lalu berkoordinasi dengan Marcella Santoso yang juga seorang pengacara. Kemudian, Marcella bertemu dengan Syafei di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Selatan (Jaksel).
"Dan dalam pertemuan tersebut tersangka MS menyampaikan perihal informasi yang diperoleh oleh tersangka AR dari tersangka WG yang mengatakan bahwa tersangka WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya. Mendapati informasi tersebut MSY menyampaikan bahwa sudah ada tim yang mengurusnya," jelasnya.
Dua Minggu kemudian, Wahyu menghubungi Ariyanto dan mengatakan perkara korupsi minyak goreng akan segera diurus. Ariyanto lalu menyampaikan hal itu ke Marcella.
Setelahnya, Marcella bertemu lagi dengan Syafei. "Dan saat itu saudara MSY memberitahukan bahwa biaya yang disediakan pihak korporasi sebesar Rp20 miliar untuk mendapatkan putusan bebas," terangnya.
Ariyanto, Wahyu, dan tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang kini menjabat sebagai Ketua PN Jaksel (saat itu sebagai Wakil Ketua PN Jakpus), bertemu di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Timur. Arif menyampaikan putusan perkara minyak goreng tidak bisa dijatuhkan vonis bebas.
"Tersangka MAN mengatakan perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas namun perkara tersebut diputus ontslag dan meminta agar uang Rp20 miliar tersebut dikali tiga sehingga total menjadi Rp60 miliar," tuturnya.
Wahyu kemudian meminta Ariyanto untuk menyiapkan uang Rp60 miliar. Pengacara ini lalu memberitahukan hal itu ke Marcella. Setelah itu, Marcella menghubungi Syafei dan Syafei menyanggupi permintaan tersebut. Uang Rp60 miliar itu akan disediakan dalam dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat.
Tiga hari kemudian, Syafei memberitahu Marcella jika uang yang diminta itu telah siap. Dia menanyakan ke mana uang itu diantar. Marcella lalu memberikan nomor telepon Ariyanto ke Syafei.
Keduanya lalu berkomunikasi dan Syafei memberikan Rp60 miliar ke Ariyanto di kawasan SCBD, Jakarta.
"Kemudian uang tersebut oleh tersangka AR diantar ke rumah tersangka WG di Klaster Ebony, JI. Ebony 6, Blok AE No. 28, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara dan uang tersebut oleh tersangka WG diserahkan kepada tersangka MAN dan tersangka WG diberikan uang sebesar USD 50.000 oleh tersangka MAN," ucapnya.
Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Ketiga hakim yang kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka itu bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar.
Syafei pun ditahan. Dia dijerat Pasal 6 Ayat (1) huruf a jo. Pasal 5 Ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.