Geram Diminta Kasih Akses Enkripsi Pesan, Telegram Ancam Angkat Kaki dari Prancis

ERA.id - Telegram mengambil langkah tegas usai didesak untuk memberikan izin pihak berwenang akses membaca pesan para pengguna di Prancis. Telegram siap angkat kaki dari Prancis daripada memberi akses tersebut.

CEO Telegram Pavel Durov menegaskan bahwa pihaknya siap angkat kaki dari Prancis bila terus didesak untuk membuka enkripsi pesan pengguna.

"Telegram lebih baik keluar dari pasar daripada merusak enkripsi dengan pintu belakang dan melanggar hak asasi manusia," tulisnya di X, dikutip Rabu (23/4/2025).

Pada pernyataan itu Durov juga menyoroti Majelis Nasional Prancis yang menolak undang-undang bulan lalu tentang larangan enkripsi. Pembukaan akses itu pun akan menjadikan Prancis sebagai negara pertama yang mencabut hak privasi warganya.

Sayangnya sengketa tersebut diperbarui setelah diperjuangkan oleh Kepolisian Paris. Durov lantas meluapkan kekesalannya lantaran ia tidak percaya hanya polisi yang bisa mengakses pesan para pengguna di Prancis.

"Secara teknis tidak mungkin untuk menjamin bahwa hanya polisi yang dapat mengakses pintu belakang. Setelah diperkenalkan, pintu belakang dapat dieksploitasi oleh pihak lain — mulai dari agen asing hingga peretas," tegasnya.

"Akibatnya, pesan pribadi semua warga negara yang taat hukum dapat disusupi," tambahnya.

Selain itu, ia mengatakan undang-undang tersebut tidak akan membantu memerangi perdagangan narkoba karena penjahat masih dapat berkomunikasi menggunakan aplikasi yang lebih kecil meskipun ada pintu belakang.

“Sesuai dengan Undang-Undang Layanan Digital Uni Eropa, jika diberikan perintah pengadilan yang sah, Telegram hanya akan mengungkapkan alamat IP dan nomor telepon tersangka kriminal — bukan pesan," katanya.

Durov mencatat bahwa Komisi Eropa juga mengusulkan inisiatif serupa untuk pintu belakang bagi aplikasi pengiriman pesan. Tetapi dia menekankan Kembali bahwa enkripsi pesan tidak dirancang untuk melindungi penjahat.

"Kita harus terus menjelaskan kepada pembuat undang-undang bahwa enkripsi tidak dibuat untuk melindungi penjahat — enkripsi melindungi privasi dan keselamatan orang biasa. Kehilangan perlindungan itu akan menjadi tragis," pungkasnya.

Tahun lalu Pavel Durov ditahan oleh otoritas Prancis atas tuduhan aktivitas kriminal lewat Telegram. Ia ditangkap pada 24 Agustus 2024 di bandara Le Bourget dan menjalani pemeriksaan selama empat hari.

Durov didakwa atas keterlibatannya dalam mengelola Telegram untuk memungkinkan transaksi terlarang oleh kelompok terorganisir, sebuah kejahatan yang bisa mengakibatkan hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda 500.000 euro (Rp8 miliar). Jaksa mengatakan Durov satu-satunya orang yang terlibat dalam kasus kejahatan tersebut.

Namun ia dibebaskan dengan jaminan sebesar 5 juta euro atau sekitar Rp85 miliar.