Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir Sempat Tertunda

Jakarta, era.id - Narapidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir (ABB) bebas dari Lapas Gunung Sindur, Bogor. Yusril Ihza Mahendera, mewakili pemerintah, yang mengeksekusi proses pembebasan tersebut.

Pengamat Terorisme Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan, peristiwa ini patut disukuri. 

"Niscaya banyak yang mengapresiasi langkah Presiden Jokowi atas keputusan tersebut," katanya, melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat (18/1/2019).

Kendati begitu, katanya, langkah pemerintah ini juga akan munculkan pro-kontra karena dianggap sarat dengan kepentingan politis.

Harits bercerita, rencana pembebasan ABB sudah sejak di awal tahun 2018. Namun, saat itu tidak terjadi karena beberapa hal.

Hal ini, katanya, terlihat ketika Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu datang ke Solo sebagai utusan khusus untuk menemui keluarga ABB.

Bahkan, katanya, kunjungan Menhan ke Solo atas keputusan Presiden Jokowi yang sebelumnya telah melakukan proses kajian bersama institusi atau unsur-unsur terkait untuk proses pembebasan ini.

"Namun sayang, akhirnya dinamika kecondongan untuk pemulangan ABB terganjal oleh satu dan lain hal yang tidak terendus publik. Yang kentara cuma adanya silang pendapat Menterikumham soal keabsahan pada aspek legal formalnya pemulangan ABB ke Solo," kata Harits.

Menurutnya, batalnya pembebasan ABB yang paling terlihat karena adanya intervensi dari pemerintah Australia yang merasa keberatan.

"Mereka keberatan dengan upaya pemerintah Indonesia memberikan keringanan hukuman kepada ABB. Intinya Australia keberatan dengan wacana pembebasan atau pemulangan," ujar dia.

"Menurut saya, keputusan saat ini adalah eksekusi dari proses panjang sebelumnya yang sempat mengendap, koma, terhenti. Apakah pilihan momentum pembebasannya adalah sarat kepentingan politik pilpres 2019? Hak publik dan terserah publik untuk mengejar," tambah dia.

Harits mengatakan, motif rencana pembebasan atau pemulangan adalah faktor kemanusiaan. Apalagi, usia ABB terbilang sudah sudah yakni 81 tahun dan sering sakit.

Selain itu, sebagai WNI yang baik, ABB sejatinya telah menjalani lebih dari 1/3 masa hukuman dari vonis 15 tahun penjara sejak tahun 2011. Katanya, ini juga menjadi hak ABB sebagai WNI untuk mengajukan pembebasan bersarat atau upaya Grasi yang pernah muncul jadi wacana.

"Di masa senjanya biarkan keluarga yang merawat. Tentu juga sudah melalui kajian aspek keamanannya jika ustad ABB pulang ke Solo," tutupnya.

Tag: teroris